Entri Populer

Jumat, 09 Desember 2011

Belajar dan Pembelajaran

: BELAJAR dan PEMBELAJARAN


A.   HAKIKAT BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

Sejak lahir manusia memerlukan dunia luar untuk mengembangkan potensi dan melangsungkan hidupnya. Ia selalu mengadakan interaksi dengan dunia luar. Ia juga selalu belajar, menyesuaikan diri dengan dunia luar. Berbagai macam cara ia gunakan dalam kegiatan belajar (menyesuaikan diri dengan dunia luar) itu. Definisi belajar telah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Namun pada dasarnya belajar merupakan suatu proses mental yang dinyatakan dalam berbagai bentuk prilaku. Belajar bukan hanya menguasai pengetahuan, tetapi juga untuk mengembangkan kemampuan (intelektual, sosial, fisik-motorik), dan pengembangan segi-segi afektif yaitu sikap, minat,motivasi, nilai-nilai moral dan keagamaan (Sukmadinta, 2004: 251).
Mencermati pendapat tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa belajar bukan hanya mentransper ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa dalam bentuk hafalan saja, melainkan seluruh potensi pada diri siswa harus dikembangkan, yaitu afektifnya, juga psikomotornya, sehingga diharapkan melalui belajar ini anak/siswa akan menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan harapan tujuan pendidikan nasional. Sementara itu pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum. Pembelajaran atau pengajaran pada dasarnya merupakan kegiatan guru/dosen menciptakan situasi agar siswa/mahasiswa belajar. Tujuan utama dari pembelajaran ini adalah agar siswa/mahasiswa belajar (Sukmadinata, 2004: 149).
Belajar dan mengajar adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Siswa dan guru merupakan komponen utama dalam proses belajar mengajar. Dalam pelaksanaan belajar mengajar kedua komponen ini saling berinteraksi. Guru berperan membantu siswa agar belajar secara aktif dan kreatif, sedangkan siswa melakukan dan menerima berbagai konsep atau pengetahuan yang ditransformasikan guru, juga menemukan, dan mengolah informasi tersebut atas bimbingan dari guru. Peran guru yang lain dalam pembelajaran adalah membuat desain instruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, atau membelajarkan siswa, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Peran siswa adalah bertindak belajar mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar.

Pengertian dan Definisi Belajar Menurut Para Ahli

Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.


Berikut ini adalah pengertian dan definisi belajar menurut beberapa ahli"

 NASUTION
Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan


 ERNEST.H.HILGARD
Belajar adalah dapat melakukan sesuatu yang dilakukan sebelum ia belajar atau bila kelakuannya berubah sehingga lain caranya menghadapi sesuatu situasi daripada sebelum itu


 NOTOATMODJO
Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup


AHMADI.A.
Belajar adalah proses perubahan dalam diri manusia


 OEMAR.H.
Belajar adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang baru berkat pengalaman dan latihan


 CRONBACH
Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu menggunakan panca indranya

 WINKEL
Belajar adalah suatu aktivitas mental / psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilakn perubahan - perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap-sikap


 NOEHINASUTION
Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya perilaku baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau adanya perubahan sementara karena suatu hal


 SNELBECKER
Belajar adalah harus mencakup tingkah laku dari tingkat yang paling sederhana sampai yang kompleks dimana proses perubahan tersebut harus bisa dikontrol sendiri atau dikontrol oleh faktor-faktor eksternal


 WHITERINGTON
Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan pola-pola respontingkah laku yang baru nyata dalam perubahan ketrampilan, kebiasaan, kesanggupan, dan sikap

Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget yaitu :
1. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan pisik, tindakan mental, dan perkembangan berpikir logis anak.
2. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau masalah yang dihadapinya.
3.   Fungsi, yaitu cara yanag digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.



Komentar : Saya sangat setuju sekali dengan kalimat “Belajar bukan hanya proses mentrasfer ilmu”, karena menurut saya belajar itu adalah proses pengumpulan pengetahuan agar dapat mengembangkan diri. Sehingga sangat penting sekali dalam proses pengembangan diri itu antara guru dan siswa saling berinteraksi demi tercapainya tujuan pendidikan.
1. TUJUAN BELAJAR
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa telah melakukan tugas belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan,keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan tercapai oleh siswa. tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsungnya proses belajar.

Komponen tujuan belajar
Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen yaitu: Tingkah laku terminal, kondisi-kondisi tes, standar perilaku.
Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan belajar yang menentukan tingkah laku siswa setelah belajar. tingkah laku itu merupakan bagian tujuan yang menunjuk pada hasil yang diharapkan dalam belajar.
kondisi-kondisi tes, komponen ini menentukan situasi dimana siswa dituntut untuk mempertunjukkan tingkah laku terminal. kondisi-kondisi tersebut perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ ujian yang diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah diberikan sebelumnya.
Ada tiga kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku saat tes. pertama, alat dan sumber yang harus digunakan oleh siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk menempuh suatu tes, misalnya buku sumber. kedua, tantangan yanng disediakan terhadap siswa, misalnya pembatasan waktu untuk mengerjakan tes. ketiga, cara menyajikan informasi, misalnya dengan tulisan atau dengan rekaman dll. tujuan-tujuan belajar yang lengkap seharusnya memuat kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
Ukuran-ukuran perilaku,komponen ini merupakan suatu pernyataan tentang ukuran yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan, misalnya: siswa telah dapat memecah suatu masalah dalam waktu 10 menit. Ukuran-ukuran perilaku tersebut dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang harus dikerjakan sebagai lambang tertentu, atau ketepatan tingkah laku, atau jumlah kesalahan, atau kedapatan melakukan tindakan, atau kesesuainya dengan teori tertentu.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Yang menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru itu sendiri. berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yan hendak dicapai dan dikembangkan dan diapresiasikan. berdasarkan mata ajaran yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang diinginkan. guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan dia harus mampu menulis dan memilih tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat diukur.

Suatu tujuan pembelajaran seyogyanya memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya: dalam situasi bermain peran.
  2. IRVAN
    Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur dan dapat diamati.
  3. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki, misalnya pada peta pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
Komentar : Dalam tujuan belajar dan pembelajaran pada intinya ingin adanya perubahan dan perkembangan pada peserta didik ke arah yang pisitif atau lebih baik. Untuk itu dalam belajar dan pembelajaran juga harus terjadi situasi yang kondusif yang didukung oleh sarana dan prasarana.


C.   UNSUR-UNSUR BELAJAR

Unsur dalam sistem pembelajaran adalah  seorang siswa atau peserta didik, suatu tujuan dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya  Kurikulum dan Pembelajaran, mengemukakan unsur – unsur pembelajaran sebagai berikut :

1.    Unsur dinamis pembelajaran  pada diri guru
a.      Motiovasi pembelajaran siswa
b.      Kondisi guru siap membelajarkan siswa

2.    Unsur pembelajaran kongruen dengan unsur belajar
a.       Motivasi  belajar menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran.
b.      Sumber yang digunakan sebagai bahan belajar terdapat pada buku pembelajaran pribadi guru dan sumber masyarakat.
c.       Pengadaan alat-alat bantu belajar dilakukan oleh guru, siswa sendiri, dan bantuan orang tua.
d.      Menjamin dan membina suasana belajar yang efektif.
e.       Sebjek belajar yang berada dalam kondisi kurang mantap perlu diberikan binaan. (oemar hamalik, 1995:68).
Sumber ://fotocopy/materi/belajardanpembelajaran.
Komentar : Unsur – unsur belajar ini sangatlah penting, karena kalau tidak ada siwa atau peserta didik proses belajar dan pembelajaran tidak akan terjadi.



D.   MANIFESTASI PEMBELAJARAN
Seorang siswa yang telah mengalami perbuatan belajar akan ditandai dengan adanya perubahan pola-pola sambutan dan tingkah laku indivudu. Perubahan ini merupakan manifestasi perbuatan belajar. Ini berarti bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah lakunya secara keseluruhan. Perubahan itu meliputi beberapa hal yaitu :

1. Kebiasaan
2. Keterampilan
3. Pengamatan
4. Berfikir asosiatif dan daya ingat
5. Berfikir rasional
6. Sikap
7. Inhibisi
8. Apresiasi
9. Tingkah laku afektif.

Sumber ://fotocopy/materi/belajardanpembelajaran.
Komentar : Manifestasi pembelajaran bearti hasil dari belajar dan pembelajaran, sebab orang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan dalam tingkah lakunya, seperti perubahan kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berfikir.



E.   BENTUK – BENTUK DASAR PERBUATAN BELAJAR

A.
Perbuatan Belajar

Menurut Hamalik (2004:27), “Perbuatan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of behavior through experiencing).” Menurut pengertian ini, perbuatan belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.
Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Hakim (2000:1) yaitu: “perbuatan belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan.” Sedangkan menurut pendapat Djamarah (2000:10), perbuatan belajar adalah suatu kegiatan yang kita lakukan untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan.

Menurut Tu’u (2004:109), faktor-faktor yang mempengaruhi perbuatan belajar siswa antara lain: teman-teman bergaul, keyakinan/iman, dan orang tua.



1.
Teman Bergaul


Teman bergaul adalah tempat di mana siswa bersosialisasi. Di sini mereka bisa mendapatkan proses pembelajaran. Pada satu sisi teman bergaul dapat memberikan manfaat kepada siswa, namun di sisi lain hal ini dapat menjerumuskan diri siswa itu sendiri. Manfaat dari bergaul apabila para siswa dapat belajar bersama untuk memecahkan masalah belajar, dan mendiskusi suatu permasalahan. Teman bergaul juga dapat bermanfaat bagi siswa untuk membina persaingan secara sehat. Namun, dari pergaulan ini pula dapat merugikan diri siswa itu sendiri seandainya ia ikut-ikutan melakukan tindakan secara bersama yang akan merugikan masa depannya sendiri, seperti ikut tawuran, terlibat obat-obatan terlarang, dan lain-lainnya. Pendek kata, teman bergaul bagi anak pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil belajar di sekolah. Ia bisa pintar atau sebaliknya menjadi malas.


2.
Keyakinan/Iman


Nilai-nilai ajaran agama yang didapatkan di sekolah, di tempat idabah dan di rumah, sangat dirasakan mempengaurhi sikap, pikiran, perbuatan dan perkataan. Bila siswa akan melakukan sesuatu, nilai keyakinan iman ikut mempengaruhi. Apalagi, bila tingkat penghayatan imannya cukup baik, hal itu sangat mempengaruhi diri dan prestasinya.


3.
Orang Tua


Menurut Suhendi (2001:74) bahwa “menempatkan anak sebagai milik orang tua, membawa peranan orang tua sebagai motivator, fasilitator, dan inisiator.” Artinya segenap perilaku dan pikiran anak merujuk pada keinginan orang tua.


Sumber : Buku Tarmizi Ramadhan’s

Komentar : Setelah saya membaca dan menelaah materi di atas saya bisa mengambil satu kesimpulan yaitu bahwa perbuatan belajar adalah perubahan yang dicapai melalui pengalaman. Dan perbuatan belajar itu di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : Teman-teman bergaul, keyakinan/iman, dan orang tua.



F.    FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

1.      Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor – faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
·         Faktor Fisiologis adalah faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu
·         Faktor Psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motifasi, minat, sikap dan bakat.


2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu.
·         Lingkungan
·         Keluarga
·         Teman
·         IPTEK

Sumber : Belajar dan pembelajaran/Drs. Ali Imron, M.Pd. terbitan Pustaka Jaya

Komentar : Semua keadaan diri individu dan lingkungan baik di rumah maupun dimanapun itu akan sangat berpengaruh.



G.  BENTUK – BENTUK BELAJAR
Belajar Responden
Belajar responden termasuk pada psikologi tingkah laku. Percobaan Ivan Paplov, disebut dengan responden quistioning. Dalam prakteknya, orang bisa belajar dengan dikondisikan, orang bisa belajar karena pembiasaan. Ada hal – hal yang bersifat alami, dan jika dikondisikan juga mempunyai kekuatan yang sama seperti kondisi alami. Contohnya seorang guru matematika, antara matematika yang di ajarkannya dengan respons siswa. Jika guru matematika menyenangkan maka siswa akan menyenangi matematika. Dengan demikian juga jika guru matematika tidak disukai maka pelajaran matematika yang diajarkannya juga tidak akan disukai oleh siswa.

Sumber : BLOGnya SADIMAN / 22.48 /

Komentar : belajar dengan dikondisikan sebetulnya sangat bagus, tetapi juga riskan, artinya tidak semua belajar harus dikondisikan, misalnya murid menginginkan hal yang diluar jangkauan guru baru dia mau belajar. Nah hal itu tidak perlu dilakukan.

H.  PRINSIP – PRINSIP BELAJAR
1.      Prinsip Kesiapan (Readiness)
Proses belajar dipengaruhi oleh kesiapan murid dan pengajar, yang dimaksud dengan kesiapan atau readiness ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar.  Hal ini berhubungan erat dengan kemampuan, minat dan latar belakangnya.
2.      Prinsip Motivasi (Motivation)
Tujuan dalam belajar diperlukan untuk suatu proses yang terarah. Motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk  memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan. Secara alami anak – anak selalu ingin tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Rasa ingin tahu itu seyogyanya didorong dan bukan dihambat dengan memberikan aturan yang sama untuk semua anak.
3.      Prinsip Persepsi
IRVAN
Seseorang cenderung untuk percaya sesuai bagaimana ia memahami situasi. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi prilaku individu.n seseorang guru akan dapat memehami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
4.      Prinsip Tujuan
Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi. Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang.
5.      Prinsip Perbedaan Individual
Proses belajar bercorak ragam bagi setiap orang. Proses pengajaran hendaknya memperhatikan perbedaan individual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar yang setinggi-tingginya. Pengajaran yang hanya memperhatikan satu tingkatan sasaran akan gagal memenuhi kebutuhan seluruh siswa. Karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu dan menyesuaikan materi pelajaran dan tugas – tugas belajar kepada aspek – naspek tersebut.
6.      Prinsip Transfer dan Retensi
7.      Prinsip Belajar Kognitif
8.      Prinsip Belajar Afektif
9.      Prinsip Belajar Psikomotor
10.  Prinsip Belajar Evaluasi

Sumber : Jeperis/ 21 Januari, 2009

Komentar : Dalam proses belajar dan pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip di atas, karena ini merupakan pokok dari keberhasilan pengajaran.



TOPIK 9
ASAS – ASAS PEMBELAJARAN

Pada bagian ini diuraikan 14 asas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengenbangkan program pembelajaran inovatif. Keempat belas asas tersebeut adalah :

1.      Lima prinsip dasar dalam pemenuhan hak anak
a.       Non-diskriminasi
b.      Kepentingan terbaik bagi anak ( best interests of the child )
c.       Hak untuk hidup dan berkembang ( right to life, continuity of life and to develop )
d.      Hak atas perlindungan ( right of protection )
e.       Penghargaan terhadap pendapat anak ( respect for the opinions of children )

2.      Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa.

3.      Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri.

4.      Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

5.      Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlumendengar, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahasnya dengan orang lain.

6.      Aktivitas pembelajaran pada diri siswa bercirikan :
a.       Yang saya dengar, saya lupa;
b.      Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat;
c.       Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami;
d.      Yang saya lihat, dengar, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; dan
e.       Yang saya ajarkan kepada oranglain, saya kuasai;

7.      John holt (1967) proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal – hal :
a.       Mengungkapkan kembali informasi dengan kata-kata sendiri.
b.      Memberikan contoh.
c.       Menganalisa dalam bermacam bentuk dan situasi.
d.      Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan ilmu.
e.       Menggunakannya dengan beragam cara.
f.       Memprediksikan sejumlah konsekuensinya.
g.      Menyebutkan lawan atau kebaikannya.

8.      Ada 9 kompleksyang meliputi siswa dalam belajar :
a.       Tujuan
b.      Isi materi
c.       Sumber belajar (sumber belajar bagaimanakah yang dapat dimanfaatkan)
d.      Target siswa (siapa yang akanbelajar)
e.       Guru
f.       Strategi pembelajaran
g.      Hasil (bagaimanakah hasil pembelajaran akan diukur)
h.      Kematangan ( apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan).
i.        Lingkungan (dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar).

9.      Kata kunci pembelajaran agar bermakna :
a.       Real-world learning.
b.      Mengutamakan pengalaman nyata.
c.       Berfikir tingkat tinggi
d.      Berpusat pada siswa.
e.       Siswa aktif, kritis, dan kreatif.
f.       Pengetahuan bermakna dalam kehidupan.
g.      Dekat dengann kehidupan nyata.
h.      Perubahan prilaku
i.        Siswa praktif, bukan menghafal.
j.        Learning, bukan teaching.
k.      Pendidikan bukan pengajaran.
l.        Pembentukan manusia
m.    Memecahkan masalah
n.      Siswa acting, guru mengarahkan.
o.      Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya tes.

10.  Pembelajaran yang memperhatikan dimensi auditos dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat.

11.  Otak tidak sekedar menerima informasi, tetapi juga mengolahnya melalui membahas informasi dengan orang lain juga mengajukan pertanyaan tentang hal yang dibahas.

12.  Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.

13.  Proses belajar harus mengakomodasi tipe-tipe belajar siswa (aoditori, visual, kinestetik).

14.  Resiproritas (kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerja sama) merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan untuk menstimulasi kegiatan belajar.

Sumber : http//:ramlannarie.wordpress.com/2010/06/12/asas-asas-pembelajaran/
Komentar : Dalam bab ini dibahas tentang asas-asas pembelajaran, asas-asas ini sebagai dasar untuk mengembangkan program pembelajran yang inovatif.

TOPIK 10
PROSES, HASIL, DAN JENIS PEMBELAJARAN

“Mendalami makna pembelajaran sebagai proses aktivitas pendidikan”.

·         Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah :
1.      Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan prilaku.
Prinsip ini bermakna bahwa proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan prilaku dalam diri individu.
2.      Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan prilaku secara keseluruhan.
3.      Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.
4.      Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada suatu tujuan yang ingin dicapai.
5.      Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.

Komentar / refleksi : pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam prioses pendidikan di sekolah. Untuk itu pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran.

PROSES DAN HASIL BELAJAR

            Proses pembelajaran ialah proses individu mengubah prilaku damal upaya memenuhi kebutuhannya. Hal ini berarti bahwa individu akan melakukan kegiatan belajar apabila ia menghadapi situasi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh insting atau kebiasaan.

Proses pembelajaran merupakan suatu aktivitas sebagai berikut :
1.      Individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang ingin dicapai
2.      Kesiapan (readiness) individu untuk mengetahui kebutuhan dan mencapai tujuan.
3.      Pemahaman situasi lingkungan.
4.      Mentafsirkan situasi yaitu bagaimana individu melihat kaitan berbagai aspek yang terdapat dalam situasi.
5.      Tindak balas (respons)
6.      Akibat (hasil) pembelajaran.

Hasil dari proses pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dsb. Perubahan prilaku yang baru, sebagai hasil pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, konotatif, dan motorik.

            Jenis – jenis pembelajaran berdasarkan aspek pembelajaran yang akan dicapai yaitu : pembelajaran keterampilan, pembelajaran sikap, dan pembelajaran pengetahuan. Dari sifatnya dibedakan antara pembelajaran formal, informal, dan non formal.
1.      Pembelajaran Formal
a.       Dilajankan oleh institusi seperti sekolah, IPG dan Universiti.
b.      Pendidikan yang diterima secara langsung.
c.       Ciri – ciri pembelajaran formal :
·         Pembelajaran secara langsung dan dikendalikan oleh suatu institusi bertauliah dan dilembagakan.
·         Berdasarkan sukatan pelajaran atau kurikulum yang sudah digubal KPM dan dilembagakan.
·         Diwajibkan kepada semua anak – anak biasa dari 7 sampai 13 tahun, melanjutkan selama 5 tahun dan seterusnya ke IPG dan Universiti.
·         Pembelajaran formal biasanya dilaksanakan di dalam bangunan yang siap prasarananya seperti darjah – kursi, meja, makmal, komputer, pusat sumber dan lain – lain.
·         Pembelajaran formal perlu dilaksanakan oleh guru berkualitas dan bertauliah.
·         Pembelajaran formal melibatkan penilaian pada tiap-tiap tahap yang dilalui, penilaian dalam bentuk formatif dan sumatif.
·         Pembelajaran formal menekankan secara langsung pendidikan empat bidang penting, yaitu melibatkan aspek kognitif, afektif, rohani dan psikomotor.


2.      Pembelajaran informal
a.       Perlakuan belajar terlaksana secara tidak langsung atau secara tidak sadar.
b.      Pelajar mendapatkan pengetahuan daripada didikan dan asuhan ibu bapak di rumah, pergaulan dengan rekan-rekan, menghadiri seminar, menonton tv, mendengar radio dan lain – lain.
c.       Ciri – ciri pembelajaran informal :
·         Diterima secara rak langsung tanpa berasaskan sebarang sukatan pelajaran.
·         Diserap secara tidak sadar dari persekitaran melalui pemerhatian, perbuatan, dan pengalaman.
·         Pembelajaran informal adalah proses pembelajaran yang berterusan dan berlaku sepanjang hayat.
·         Pembelajaran informal berlaku setiap masa tanpa melibatkan masa dari tempat tertentu.
·         Pembelajaran informal tidak menetapkan ini pelajaran atau bahan – bahan pelajaran yang dikuasai.


3.      Pembelajaran Non Formal
a.       Pembelajaran non formal diadakan untuk melengkapkan hasil pembelajaran yang di peroleh melalui sistem formal. Biasanya pembelajaran seperti ini juga memerlukan perancangan secara teliti dan pengendalian yang dilakukan oleh pendidik dan pakar-pakar tertentu.
b.      Ciri – ciri pembelajaran non formal :
·         Sebuah institusi akan mengadakan kusrus pendk, majlis – majlis ceramah secara formal,forum, bengkel dan sebagainya.
·         Pembelajaran non formal berlaku apabila ada keperluan menambah dan meningkakan kepakaran pelajar dalam bidang tertentu.

Sumber            : Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Prof. DR. Mohamad Surya)

Komentar : Dalam bab ini dibahas mengenai proses pembelajaran, yang bisa dipelajari bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Hasil dari pembelajaran ada dua kemungkinannya yaitu sukses atau gagal. Apabila hasilnya sukses maka tercapai segala tujuajnnya dan akan memperoleh kepuasan, dan apabila gagal akan merasa kecewa. Disini guru diharapkan dapat membantu murid – murid yang gagal agar mereka tidak berputus asa dan mampu belajar dengan baik.


TOPIK 9
ASAS – ASAS PEMBELAJARAN

Pada bagian ini diuraikan 14 asas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengenbangkan program pembelajaran inovatif. Keempat belas asas tersebeut adalah :

1.      Lima prinsip dasar dalam pemenuhan hak anak
a.       Non-diskriminasi
b.      Kepentingan terbaik bagi anak ( best interests of the child )
c.       Hak untuk hidup dan berkembang ( right to life, continuity of life and to develop )
d.      Hak atas perlindungan ( right of protection )
e.       Penghargaan terhadap pendapat anak ( respect for the opinions of children )

2.      Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa.

3.      Belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa sendiri.

4.      Yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng hanyalah kegiatan belajar aktif.

5.      Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, kita perlumendengar, melihat, mengajukan pertanyaan dan membahasnya dengan orang lain.

6.      Aktivitas pembelajaran pada diri siswa bercirikan :
a.       Yang saya dengar, saya lupa;
b.      Yang saya dengar dan lihat, saya sedikit ingat;
c.       Yang saya dengar, lihat dan pertanyakan atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai pahami;
d.      Yang saya lihat, dengar, bahas, dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan dan keterampilan; dan
e.       Yang saya ajarkan kepada oranglain, saya kuasai;

7.      John holt (1967) proses belajar akan meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal – hal :
a.       Mengungkapkan kembali informasi dengan kata-kata sendiri.
b.      Memberikan contoh.
c.       Menganalisa dalam bermacam bentuk dan situasi.
d.      Melihat kaitan antara informasi itu dengan fakta atau gagasan ilmu.
e.       Menggunakannya dengan beragam cara.
f.       Memprediksikan sejumlah konsekuensinya.
g.      Menyebutkan lawan atau kebaikannya.

8.      Ada 9 kompleksyang meliputi siswa dalam belajar :
a.       Tujuan
b.      Isi materi
c.       Sumber belajar (sumber belajar bagaimanakah yang dapat dimanfaatkan)
d.      Target siswa (siapa yang akanbelajar)
e.       Guru
f.       Strategi pembelajaran
g.      Hasil (bagaimanakah hasil pembelajaran akan diukur)
h.      Kematangan ( apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan).
i.        Lingkungan (dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar).

9.      Kata kunci pembelajaran agar bermakna :
a.       Real-world learning.
b.      Mengutamakan pengalaman nyata.
c.       Berfikir tingkat tinggi
d.      Berpusat pada siswa.
e.       Siswa aktif, kritis, dan kreatif.
f.       Pengetahuan bermakna dalam kehidupan.
g.      Dekat dengann kehidupan nyata.
h.      Perubahan prilaku
i.        Siswa praktif, bukan menghafal.
j.        Learning, bukan teaching.
k.      Pendidikan bukan pengajaran.
l.        Pembentukan manusia
m.    Memecahkan masalah
n.      Siswa acting, guru mengarahkan.
o.      Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya tes.

10.  Pembelajaran yang memperhatikan dimensi auditos dan visual, pesan yang diberikan akan menjadi lebih kuat.

11.  Otak tidak sekedar menerima informasi, tetapi juga mengolahnya melalui membahas informasi dengan orang lain juga mengajukan pertanyaan tentang hal yang dibahas.

12.  Otak kita perlu mengaitkan antara apa yang diajarkan kepada kita dengan apa yang telah kita ketahui dan dengan cara kita berpikir.

13.  Proses belajar harus mengakomodasi tipe-tipe belajar siswa (aoditori, visual, kinestetik).

14.  Resiproritas (kebutuhan mendalam manusia untuk merespon orang lain dan untuk bekerja sama) merupakan sumber motivasi yang bisa dimanfaatkan untuk menstimulasi kegiatan belajar.

Sumber : http//:ramlannarie.wordpress.com/2010/06/12/asas-asas-pembelajaran/
Komentar : Dalam bab ini dibahas tentang asas-asas pembelajaran, asas-asas ini sebagai dasar untuk mengembangkan program pembelajran yang inovatif.

TOPIK 10
PROSES, HASIL, DAN JENIS PEMBELAJARAN

“Mendalami makna pembelajaran sebagai proses aktivitas pendidikan”.

·         Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan prilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan pengertian tersebut ialah :
1.      Pembelajaran sebagai suatu usaha memperoleh perubahan prilaku.
Prinsip ini bermakna bahwa proses pembelajaran itu ialah adanya perubahan prilaku dalam diri individu.
2.      Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan prilaku secara keseluruhan.
3.      Pembelajaran merupakan suatu proses. Prinsip ini mengandung makna bahwa pembelajaran merupakan suatu aktifitas yang berkesinambungan.
4.      Proses pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan ada suatu tujuan yang ingin dicapai.
5.      Pembelajaran merupakan suatu pengalaman.

Komentar / refleksi : pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam prioses pendidikan di sekolah. Untuk itu pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran.

PROSES DAN HASIL BELAJAR

            Proses pembelajaran ialah proses individu mengubah prilaku damal upaya memenuhi kebutuhannya. Hal ini berarti bahwa individu akan melakukan kegiatan belajar apabila ia menghadapi situasi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh insting atau kebiasaan.

Proses pembelajaran merupakan suatu aktivitas sebagai berikut :
1.      Individu merasakan adanya kebutuhan dan melihat tujuan yang ingin dicapai
2.      Kesiapan (readiness) individu untuk mengetahui kebutuhan dan mencapai tujuan.
3.      Pemahaman situasi lingkungan.
4.      Mentafsirkan situasi yaitu bagaimana individu melihat kaitan berbagai aspek yang terdapat dalam situasi.
5.      Tindak balas (respons)
6.      Akibat (hasil) pembelajaran.

Hasil dari proses pembelajaran ialah perubahan perilaku individu. Individu akan memperoleh perilaku yang baru, menetap, fungsional, positif, disadari, dsb. Perubahan prilaku yang baru, sebagai hasil pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, konotatif, dan motorik.

            Jenis – jenis pembelajaran berdasarkan aspek pembelajaran yang akan dicapai yaitu : pembelajaran keterampilan, pembelajaran sikap, dan pembelajaran pengetahuan. Dari sifatnya dibedakan antara pembelajaran formal, informal, dan non formal.
1.      Pembelajaran Formal
a.       Dilajankan oleh institusi seperti sekolah, IPG dan Universiti.
b.      Pendidikan yang diterima secara langsung.
c.       Ciri – ciri pembelajaran formal :
·         Pembelajaran secara langsung dan dikendalikan oleh suatu institusi bertauliah dan dilembagakan.
·         Berdasarkan sukatan pelajaran atau kurikulum yang sudah digubal KPM dan dilembagakan.
·         Diwajibkan kepada semua anak – anak biasa dari 7 sampai 13 tahun, melanjutkan selama 5 tahun dan seterusnya ke IPG dan Universiti.
·         Pembelajaran formal biasanya dilaksanakan di dalam bangunan yang siap prasarananya seperti darjah – kursi, meja, makmal, komputer, pusat sumber dan lain – lain.
·         Pembelajaran formal perlu dilaksanakan oleh guru berkualitas dan bertauliah.
·         Pembelajaran formal melibatkan penilaian pada tiap-tiap tahap yang dilalui, penilaian dalam bentuk formatif dan sumatif.
·         Pembelajaran formal menekankan secara langsung pendidikan empat bidang penting, yaitu melibatkan aspek kognitif, afektif, rohani dan psikomotor.


2.      Pembelajaran informal
a.       Perlakuan belajar terlaksana secara tidak langsung atau secara tidak sadar.
b.      Pelajar mendapatkan pengetahuan daripada didikan dan asuhan ibu bapak di rumah, pergaulan dengan rekan-rekan, menghadiri seminar, menonton tv, mendengar radio dan lain – lain.
c.       Ciri – ciri pembelajaran informal :
·         Diterima secara rak langsung tanpa berasaskan sebarang sukatan pelajaran.
·         Diserap secara tidak sadar dari persekitaran melalui pemerhatian, perbuatan, dan pengalaman.
·         Pembelajaran informal adalah proses pembelajaran yang berterusan dan berlaku sepanjang hayat.
·         Pembelajaran informal berlaku setiap masa tanpa melibatkan masa dari tempat tertentu.
·         Pembelajaran informal tidak menetapkan ini pelajaran atau bahan – bahan pelajaran yang dikuasai.


3.      Pembelajaran Non Formal
a.       Pembelajaran non formal diadakan untuk melengkapkan hasil pembelajaran yang di peroleh melalui sistem formal. Biasanya pembelajaran seperti ini juga memerlukan perancangan secara teliti dan pengendalian yang dilakukan oleh pendidik dan pakar-pakar tertentu.
b.      Ciri – ciri pembelajaran non formal :
·         Sebuah institusi akan mengadakan kusrus pendk, majlis – majlis ceramah secara formal,forum, bengkel dan sebagainya.
·         Pembelajaran non formal berlaku apabila ada keperluan menambah dan meningkakan kepakaran pelajar dalam bidang tertentu.

Sumber            : Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran (Prof. DR. Mohamad Surya)

Komentar : Dalam bab ini dibahas mengenai proses pembelajaran, yang bisa dipelajari bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Hasil dari pembelajaran ada dua kemungkinannya yaitu sukses atau gagal. Apabila hasilnya sukses maka tercapai segala tujuajnnya dan akan memperoleh kepuasan, dan apabila gagal akan merasa kecewa. Disini guru diharapkan dapat membantu murid – murid yang gagal agar mereka tidak berputus asa dan mampu belajar dengan baik.




















TOPIK 11


TOPIK 11
MOTIVASI BELAJAR

Pengertian Motivasi Belajar yang paling sederhana adalah sesuatu yang menggerakkan orang baik secara fisik atau mental untuk belajar. Sesuai dengan asal katanya yaitu MOTIF yang berarti sesuatu yang memberikan dorongan atau tenaga untuk melakukan sesuatu. Karena kita bicara tentang belajar maka ya sesuatu yang mendorong kita untuk belajar untuk mendapatkan sesuatu, mungkin sekedar pengetahuan atau efek beruntun dari pengetahuan tersebut misalnya ketrampilan, efek lanjutannya mungkin kebahagiaan, kepuasan, kekayaan, kebebasan, dan tentu saja UANG ya kalo dihubungkan dengan belajar internet marketing misalnya.
Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.
Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Adapun menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan.

Namun pada intinya bahwa motivasi merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.

Motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik.
• Motivasi Intrinsik. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.
• Motivasi Ekstrinsik. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya.

Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik.
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.
3. Saingan/kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.
5. Hukuman
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok
9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

Oleh M. Sobry Sutikno
A.    Devinisi Motivasi Belajar
Secara etimologi motifasi artinya dorongan, kehendak, alas an atau kemauan. Motifasi adalah tenaga-tenaga (forcer) yang membangkitkandan mengarahkan kelakuan individu.
Motifasi tidak dapat diamati secara langsung akan tetapi dapat diinteprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku yang tertentu.
Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern ( kesiapsiagaan ). Berawal dari kata motif itu maka motifasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif pada saat-saat tertentu. Terutama bilakebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan mendesak.
Prinsip-prinsiop motivasi belajar: (1) proses internal yang mengaktifkan, memadu dan mempertahankan prilaku dari waktu ke waktu. (2) dapat ditingkatkan dengan penekanan tujuan-tujuan belajar dan pemberdayaan antribusi. (3) Dapat meningkat apabila guru membangkitkan minat siswa. (4) Dapat meningkat pada diri siswa apabila guru memberikan ganjaran yang memiliki kontigen (keterkaitan), spesifik dan dapat dipercaya.
B.            Jenis motivasi
Dari dasar pembentukannya : Bawaan dan yang dipelajari, menurut pembagiannya : karena kebutuhan organis, darurat, obyektif, jasmani, rohani, intrinsic dan ekstrinsik.
Unsur-unsur dalam lingkungan motivasi :
1.      kebutuhan. “Maslow : fisiologi, rasa aman, social, harga diri dan aktualisasi diri. Ms Clleland :kekuasaan, kelompok/sahabat, berprestasi. Frenderick Herzberg : menutup kekurangan dan pengembangan.” 2. dorongan. 3. tujuan.

C.           Fungsi Motifasi
 Mendorong manusia untuk berbuat, menetukan arah perbuatan menyeleksi perbuatan dan pendorong usaha dan pencapaian prestasi.

D.     Sifat motivasi
Motifasi instrinsik yaitu yang berasal dari diri sendiri, motivasi ekstrinsik yaitu dapat berfungsi karena di rangsang dari luar, motivasi diperkaya yaitu yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran dengan harapan agar sisiwa-siswi lebih giat belajar.

E.     Proses motivasi
Motivasi dalam pembelajaran. Proses motivasi adalah suatu proses dimana tenaga sebagai tenaga atau kebutuhan dari murid di arahkan kepada obyek-obyek dalam lingkungan sekitarnya.
Peran motivasi dalam belajar. Peran penting motivasi dalam belajar : (a) Menentukan hal-hal yang dijadikan penguat belajar, (b) memperjelas tujuan yang hendak dicapai (c) menentukan ketekunan belajar. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar, motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak yang belajar dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan pemecahan dan hanya dapat dipecah berkat bantuan hal-hal yang pernah dia lalui.
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar. Hal ini erat kaitannya dengan pemaknaan belajar. Anak akan tertarik belajar sesuatujika yang dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnyabagi anak.
Motivasi menentukan ketekunan belajar.
Bentuk-bentuk motivasi dalam sekolah : memberi nilai, hadiah, persaingan sehat, hasrat untuk belajar, keterlibatan diri dalam tugas, sering memberikan ulngan, memberitahukan hasil,kerja sama, tugas yang menantang, pujian, teguran dan kecaman, hukuman, taraf aspirasi, minat, penciptaan suasana yang menyenangkan, tujuan yang disukai dalam petunjuk-petunjuk singkat.
Kebutuhan tampak dalam prilaku. Beberapa indikasi tentang berbagai macam perilaku murid-murid diantaranya: (1) bagaimana siswa-=siswi memandang dunia di sekitarnya ? (2) Bagaimana siwa-siswi tersebut bereaksi terhadp guru,pelajaran dan kawan-kawannya?
Teori kebutuhan.

·        Kebutuhan fisiologis
·        Kebutuhan rasa aman Kebutuhan mempertahankan diri
·        Kebutuhan cinta
·        Kebutuhan harga diri Kebutuahn mengembangakan diri.   
·        Kebutuhan aktualisasi diri


 Referensi Skripsi, Pengaruh Motivasi Belajar - Siswa adalah sumber daya yang berharga dalam sekolah, sebab melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh manusia ini, sekolah dapat mencapai tujuannya. Seiring dengan itu pula siswa sebagai anggota sekolah mengupayakan agar pendidikan tetap berlangsung kehidupannya serta mengembangkannya untuk mencapai kemajuan yang diinginkan, karena sebagai salah satu bentuk kehidupan. Sekolah ini pun terikat dalam proses keberadaan pertumbuhan dan perkembangan.
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dimana secara mendasar pendidikan mempunyai peranan meningkatkan kemampuan dasar manusia untuk mendapatkan memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. SDM berkualitas sangat penting,dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan . Oleh karenanya, perluasan dan pemerataan kesempatan belajar merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan, baik sarana maupun prasarana pendidikan tingkat dasar, menengah dan atas. Pada awalnya dimulai dengan program wajib belajar 6 tahun, kemudian diperluas 9 tahun, sehingga mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pendidikan. Dengan demikian, setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengikuti pendidikan sampai ke tingkat atas minimal sampai tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Penempatan siswa merupakan salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya motivasi belajar siswa pada suatu sekolah. Penempatan siswa adalah bentuk dari pengembangan sumberdaya manusia yang mengarah pada pencapaian keunggulan sekolah karena penempatan siswa adalah bentuk usaha meningkatkan motivasi belajar siswa. Penempatan siswa akan membawa dampak positif karena akan mampu meningkatkan kemampuan, keterampilan dan sikap siswa terhadap tugas-tugasnya.
Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari kata motif. Motif berarti suatu perangsang atau dorongan dari dalam (inner drive) yang menyebabkan seseorang membuat sesuatu. Payaman J. Simanjuntak (2001:199) mengatakan bahwa, motivasi dalam sekolah merupakan proses bagaimana menumbuhkan dan menimbulkan dorongan supaya seseorang berbuat atau belajar.
Oleh sebab itu setiap guru akan selalu mengusahakan agar kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dapat dilakukan dengan cara yang efektif dan efisien. Untuk itu perlu diadakan perencanaan, pengorganisasian, koordinasi kerja dan pengawasan secara baik. Dengan kata lain hal-hal itu semua dilaksanakan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Dengan demikian motivasi adalah usaha atau kegiatan dari guru sekolah untuk menimbulkan dan meningkatkan semangat dan kegairahan belajar dari para siswanya.

Motivasi Belajar Menurut Para Ahli
1. Menurut pendapat Dessler (1993) dalam Kuswadi (2004 : 328)
bahwa :
Motivate to represent matter modestly because people is basically motivated or impelled for berperilaku in way of certain felt instruct at deserts acquirement.
Artinya : Motivasi merupakan hal yang sederhana karena orang-orang pada dasarnya termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam cara tertentu yang dirasakan mengarah pada perolehan ganjaran.
2. Menurut Mohammad As’ad (2003 : 120) bahwa :
Motivate is oftentimes interpreted with motivation term, the energy or motivation represent soul motion and corporeal to do so that the the motif represent a driving force moving human being to comport, and in its deed have a purpose certain.
Artinya : Motivasi seringkali diartikan dengan istilah dorongan, dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sehingga motif tersebut merupakan suatu driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Download Referensi Skripsi; Pengaruh Motivasi Belajar dan Disiplin Siswa Terhadap Prestasi
Komentar : Menurut saya, motivasi dari dalam siswa dapat dibentuk jika seorang guru/pendamping mampu membuat suatu pelajaran tersebut menyenangkan bagi siswa. Caranya bisa melalui permainan, simulasi, menonton film, interaksi langsung dengan alam, penggunaan media-media interaktif dan sebisa mungkin justru menghindari hukuman.

Hukuman tidak efektif untuk membentuk perilaku, jadi sebaiknya justru dihindari, lebih baik menggunakan sistem pujian atau hadiah. Hukuman hanya akan memberikan rasa takut pada siswa, padahal rasa takut adalah penghambat seseorang untuk belajar.









TOPIK 12
TEORI BELAJAR (TEORI –TEORI PEMBELAJARAN

A. Definisi serta Sejarah Munculnya Teori Gestalt
Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase. Kaum gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Menurut pandangan gestaltis, semua kegiatan belajar menggunakan pemahaman terhadap hubungan hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Intinya, menurut mereka, tingkat kejelasan dan keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan kemampuan belajar seseorang dari pada dengan hukuman dan ganjaran.
Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Pengamatan adalah pintu pengembangan kognitif. Beberapa hukum gestalt dalam pengamatan adalah :
1) Hukum Pragnanz, yang mengatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung ke arah yang bermakna atau penuh arti (pragnanz)
2) Hukum kesamaan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk gestalt (keseluruhan)
3) Hukum kecenderungan mengatakan bahwa hal hal yang berdekatan cenderung berbentuk gestalt.
4) Hukum ketertutupan, yang mengatakan bahwa hal-hal yang tertutup cenderung membentuk gestalt.
5) Hukum kontinuitas yang mengatakan bahwa hal-hal yang berkesinambungan cenderung membentuk gestalt.

B. Eksperimen tokoh Gestalt terhadap Simpanse
Wolfgang Kohler menjelaskan teori gestalt ini melalui percobaan dengan seekor Simpense yang diberi nama Sulton. Dalam eksperimenmnya, kohler ingin mengetahui bagaimana fungsi insight dapat membantu memecahkan masalah dan membuktikan bahwa perilaku simpanse dalam memecahkan masalah yang dihadapinya tidak dengan Stimulus dan respon atau trial and error saja, tapi juga karena ada pemahaman terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Merikut eksperimen yang dilakukan oleh kohler terhadap Simpanse :
Ekesperimen I
Simpanse dimasukkan dalam sangkar atau ruangan dan didalam sangkar tersebut terdapat sebatang tongkat. Diluar sangkar diletakkan sebuah pisang. Problem yang dihadapi oleh simpanse adalah bagaimana simpanse dapat mengambil pisang untuk dimakan. Pada awalnya simpanse berusaha mengambil pisang tersebut, tetapi selalu gagal karena tangannya tidak sampai untuk mengambil pisang tersebut. Kemudian simpanse melihat sebatang tongkat dan timbulah pengrtian untuk meraih pisang dengan menggunakan tongkat tersebut. Begitu juga ketika ada dua tongkat, karena tidak dapat dirahnya pisang tersebut dengan tongkat satu. Tiba-tina muncul insight dalam diri simpanse dan menyambung dan akhirnya berhasil
Eksperimen_II
Problem yang dihadapi sekarang diubah, yakni pisang digantung diatas sangkar sehingga simpanse tidak dapat meraih pisang tersebut. Disudut sangkar tersebut diletakkan subuah kotak yang kuat untuk dinaiki simpanse. Pada awalnya simpanse mau mengambil pisang, akan tetapi berkali-kali gagal, ketika simpanse melihat Kotak disudut sangkar, munculah insight simpanse untuk bergegas mengambil kotak dan dinaikinya dan akhirnya ia dapat mengambil pisang. Begitu juga ketika dalam sangkar terdapat dua kotak kuat, dan ketika simpanse tidak bisa mengambil dengan satu kotak, maka simpanse mengambil kotak tersebut untuk ditumpuk kemudian dinaiki dan akhirnya simpanse dapat mengambil pisang tersebut
Dari Eksperimen-eksperimen tersebut, kohler menjelaskan bahwa simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan Problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya
Gestalt berasumsi, bila seseorang atu suatu organisasi dihadapkan pada suatu problem, tetapi kedudukan kognitif tidak seimbang sampai problem itu dipecahkan. Menurut gestalt problem tersebut merupakan stimulus sampai didapat suatu pemecahannya. Organisme atau individu akan selalu berfikir tentang suatu bahan agar dapat memecahkan masalah yang dihadapinya sebagai bentuk respon atas masalah tersebut.

C. Belajar dalam pandangan teori Gestalt
Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Kondisi pemahaman tergantung pada :
a) Kemampuan dasar seseorang
b) Pengalaman masa lampau yang relevan
c) Pengaturan situasi yang dihadapi
d) Pemahaman didahului oleh periode mencari atau coba-coba
e) Adanya pemahaman dalam diri individu menyebabkan pemecahan masalah dapat diulang dengan mudah.
f) Adanya pemahaman dalam diri individu dapat dipakai menghadapi situasi lain atau transfer dalam belajar.
Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan menimbulkan makna yang berarti. Sebab itu dalam proses belajar, makin lama akan timbul suatu pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari, manakala perhatian makin ditujukan kepada objek yang dipelajari itu telah mengerti dan dapat apa yang dicari.
Penerapan teori gestalt tampak pada kurikulum yang sekarang ini digunakan didunia pendidikan. Kurikulum mempunyai pusat yang sama. Dalam tingkat rendah, disusun kurikulum dari suatu kesatuan yang utuh. Hal pokok diajarkan secara garis besar. Ditingkat yang lebih lanjut, kesatuan itu diberikan lagi dengan muatan-muatan yang lebih detail yang mengarah kebagian-bagian yang telah diberikan ditigkat dasar. Begitu secara berkelanjutan disetiap jenjangnya.

D. Pokok-pokok Teori Belajar Gestalt.
Psikologi Gestalt bermula pada lapangan pengamatan ( persepsi ) dan mencapai sukses yang terbesar juga dalam lapangan ini. Demonstrasinya mengenai peranan latar belakang dan organisasinya terhadap proses-proses yang diamati secara fenomenal demikian meyakinkan sehingga boleh dikatakan tidak dapat di bantah. Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses pengamatan itu. Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia .
Pemahaman dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities) adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebih dari pada bagian-bagiannya. Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Belajar sangat menguntungkan untuk kegiatan memecahakan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang diawali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan masalah diperlukan suatu pengamatan secara cermat dan lengkap. Kemudian bagaiman seseorang itu dapat memecahknan masalah mrnurut J. Dewey ada 5 upaya pemecahannya yakni:
1. Realisasi adanya masalah. Jadi harus memahami apa masalahnya dan juga harus dapat merumuskan
2. Mengajukan hipotesa, sebagai suatu jalan yang mungkin memberi arah pemecahan masalah.
3. Mengumpulkan data atau informasi, dengan bacaan atau sumber-sumber lain.
4. Menilai dan mencobakan usah pembuktian hipotesa dengan keterangan-keterangan yang diperoleh.
5. Mengambil kesimpulan, membuat laporan atau membuat sesuatu dengan hasil pemecahan soal itu.

E. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran
Dalam teori Belajar Gestalt, Belajar pada hakikatnya adalah melakukan perubahan struktur kognitif. Selain pengamatan, kaum gestalt menekankan bahwa belajar pemahaman merupakan bentuk utama aliran ini. Maka dalam Proses pembelajaran dikelas harus diterapkan sesuai dengan Konsep teori Gestal tersebut. Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Teori belajar gestalt secara umum sangat berpengaruh dalam metode membaca dan menulis. Metode yang resmi digunakan dengan mengacu teori yang dikenal dengan istilah SAS (Struktural, Analitis dan Sintesis). Metode ini dirintis oleh Dr. Ovide De Croly. Proses mengajarnya adalah sebagai berikut :
1. Pada permulaan sekali. Peserta didik dihadapkan pada cerita pendek yang telah dikenal dalam kehidupan keluarga. Cerita ini jelas merupakan satu kesatuan yang telah dikenal oleh peserta didik. Karena itu mudah untuk membacanya secara keseluruhan dengan menghafal, biarkan murid membaca sambil menunjuk kalimat yang tidak cocok dengan yang diucapkannya.
2. Menguraikan cerita pendek tersebut menjadi kalimat-kalimat. Guru secara alamiah menunjukkkan bahwa cerita pendek itu terdiri dari kalimat-kalimat. Antar kalimat deberi warna yang berbeda, dan antar kalimat diberi jarak yang cukup rengggang
3. Memisahkan kalimat-kalimat menjadi kata-kata. Tiap kata ditulis dengan warna yang berbeda, terpisah dan ditulis agak jauhan. Susunan tiap kata ditulis semakin menurun dan dibaca pelan-pelan sambil menunjuk tiap kata.
4. Memisahkan kata menjadi suku kata.
5. Memisahkan suku kata menjadi huruf, dan tiap hurufnya ditulis dengan warna yang berbeda.
6. Setelah mengenal huruf, peserta didik diajak menyusun suku kata menjadi suatu kalimat.
A. Kesimpulan
1. Teori kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar gestalt. Peletak dasar teori gestalt adalah Merx Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpase
2. Dari Eksperimen-eksperimen kohler menjelaskan terhadap simpanse bahwa simpanse yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan dengan Problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaan tersebut menunjukkan simpanse dapat memecahkan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk memecahkan problem lain yang dihadapinya
3. Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang memuat fenomena keseluruhan lebih dari pada bagian-bagiannya. Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting, antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan sebagainya
2. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
4. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi yang lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
7. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat suatu bejana yang diisi.
Referensi

Soewondo Soetinah, Prof, Dr, Dasar-dasar Pendidikan, Semarang, Effhar Offset, 1993
Baharuddin, Dr, H, Nur Esa Wahyuni, M,Pd, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008
Suwarno Wiji, Dasar-dasar ilmu pendidikan, Jogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2006
Pembelajaran Menurut Aliran Kognitif Oleh Afa Kholifia dari Jurusan Pendidikan Akutansi UM
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh
Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie

Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).

 Teori Belajar Menurut Skinner

Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.

Analisis Tentang Teori Behavioristik

Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang memengaruhi proses belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi pebelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
  • Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
  • Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
  • Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu dihukum karena melakukan kesalahan. Jika pebelajar tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar memperkuat respons.

Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran

Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut pebelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin, 2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Daftar isi [sembunyikan] 1 Teori Belajar Menurut Thorndike 2 Teori Belajar Menurut Watson 3 Teori Belajar Menurut Clark Hull 4 Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie 5 Teori Belajar Menurut Skinner 6 Analisis Tentang Teori Behavioristik 7 Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran 8 Rujukan

Teori Belajar Menurut Thorndike Menurut Thorndike
Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
Teori Belajar Menurut Watson
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
 Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
  • Slavin, R.E. 1991. Educational Psychology. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon
  • Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition. Boston: Allyn and Bacon

Komentar : Banyak teori belajar dan pembelajaran, semua teori ini menunjukan bahwa belajar tidaklah sama satu dengan yang lainnya, masing – masing pendidik mempunyai pengertian belajar yang berbeda-beda namun tetap satu acuan agar siswa mampu merasakan manfaat dari belajar...














TOPIK 13
PENDEKATAN PEMBELAJARAN

oleh: Akhmad Sudrajat
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
  1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
  2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
  3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
  4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
  1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
  2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
  3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
  4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.





Posted on 21 Desember 2009 by alhafizh84
Writed by:  Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I
Berikut ini adalah postingan saya sebelumnya, yaitu tentang beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Adapun maksud saya menuliskannya kembali adalah untuk mempermudah pengunjung untuk membaca tulisan ini. Beberapa pendekatan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :
1.  Pendekatan tujuan pembelajaran
Pendekatan ini berorientasi pada tujuan akhir yang akan dicapai. Sebenarnya pendekatan ini tercakup juga ketika seorang guru merencanakan pendekatan lainnya, karena suatu pendekatan itu dipilih untuk mencapai tujuan pembelajaran. Semua pendekatan dirancang untuk keberhasilan suatu tujuan.
Sebagai contoh : Apabila dalam tujuan pembelajaran tertera bahwa siswa dapat mengelompokan makhluk hidup, maka guru harus merancang pembelajaran, yang pada akhir pembelajaran tersebut siswa sudah dapat mengelompokan makhluk hidup. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut dapat berupa metode tugas atau karyawisata.
2.  Pendekatan konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
3.  Pendekatan lingkungan
Penggunaan pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari – hari sering digunakan pendekatan lingkungan.
4.  Pendekatan inkuiri
Penggunaan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia fisik yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli peneliti ( Dettrick, G.W., 2001 ). Pendekatan inkuiri dibedakan menjadi inkuiri terpempin dan inkuiri bebas atau inkuiri terbuka. Perbedaan antara keduanya terletak pada siapa yang mengajukan pertanyaan dan apa tujuan dari kegiatannya.
5.  Pendekatan penemuan
Penggunaan pendekatan penemuan berarti dalam kegiatan belajar mengajar siswa diberi kesempatan untuk menemukan sendiri fakta dan konsep tentang fenomena ilmiah. Penemuan tidak terbatas pada menemukan sesuatu yang benar – benar baru. Pada umumnya materi yang akan dipelajari sudah ditentukan oleh guru, demikian pula situasi yang menunjang proses pemahaman tersebut. Siswa akan melakukan kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan hal yang akan ditemukan.
6.  Pendekatan proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
7.  Pendekatan interaktif ( pendekatan pertanyaan anak )
Pendekatan ini memberi kesempata pada siswa uuntuk mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan dengan pertanyaan yang mereka ajukan ( Faire & Cosgrove, 1988 dalam Herlen W, 1996 ). Pertanyaan yang diiajukn siswa sangat bervariasi sehingga guru perlu melakukan llangkah – langkah mengumpulkan, memilih, dan mengubah pertanyaan tersebut menjadi suatu kegiatan yng spesifik.
8.  Pendekatan pemecahan masalah
Pendekatan pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan ini ada dua versi. Versi pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua, hanya masalah yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi petunjuk.
9.  Pendekatan sains teknologi dan masyarakat ( STM )
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah ilmiah
10.  Pendekatan terpadu
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip keterkaitan antar satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang.
Pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia, khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pemdekatan terpadu yang sedang berkembang yaitu model keterhubungan, model jaring laba – laba, model keterpaduan.
Komentar :




TOPIK 14
MODEL PEMBELAJARAN

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Model Pembelajaran Inovatif 

Posted on
A. Model Examples Non Examples
Contoh dapat dari Kasus/Gambar yang Relevan dengan Kompetensi Dasar
Langkah-langkah :

  1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
  2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP/In Focus
  3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa gambar
  4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas
  5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
  6. Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
  7. Kesimpulan
B. Picture And Picture
Langkah-langkah :
  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Menyajikan materi sebagai pengantar
  3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
  4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
  5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
  6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
  7. Kesimpulan/rangkuman
C.Numbered Heads Together
Langkah-langkah :
  1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
  2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
  3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
  4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
  5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
  6. Kesimpulan


D. Cooperative Script
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
  1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
  2. Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
  3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
  4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : (a) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap; (b) Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya
  5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
  6. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan guru
  7. Penutup
E. Kepala Bernomor Struktur
Langkah-langkah :
  1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
  2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
  3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka
  4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
  5. Kesimpulan
F. Student Teams-Achievement Divisions (Stad)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
  1. Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
  2. Guru menyajikan pelajaran
  3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
  4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu
  5. Memberi evaluasi
  6. Kesimpulan
G. Jigsaw (Model Tim Ahli)/(Aronson, Blaney, Stephen, Sikes, And Snapp, 1978)
Langkah-langkah :
  1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim
  2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
  3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
  4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
  5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
  6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
  7. Guru memberi evaluasi
  8. Penutup
H.Problem Based Introductuon (PBI)/(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)
Langkah-langkah :
  1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
  2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
  3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
  4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
  5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
I.Artikulasi
Langkah-langkah :
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
  2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
  3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
  4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
  5. Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
  6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
  7. Kesimpulan/penutup




Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
  1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
  3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
  4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
  5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru
  6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru
K. Make – A Match (Mencari Pasangan) (Lorna Curran, 1994)
Langkah-langkah :
  1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
  2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
  3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
  4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
  5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
  6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
  7. Demikian seterusnya
  8. Kesimpulan/penutup
L.Think Pair And Share (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah :
  1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
  2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
  3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
  4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
  5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diuangkapkan para siswa
  6. Guru memberi kesimpulan
  7. Penutup
M.Debat
Langkah-langkah :
  1. Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
  2. Guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok diatas
  3. Setelah selesai membaca materi. Guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bisa mengemukakan pendapatnya.
  4. Sementara siswa menyampaikan gagasannya guru menulis guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan guru terpenuhi
  5. Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
  6. Dari data-data di papan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Sumber : Bahan Pelatihan LPMP Jawa Barat
Komentar :








TOPIK 15
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN

B. Pembahasan
1. Pengertian Menata Lingkungan Belajar
Menata lingkungan belajar pada hakekatnya melakukan pengelolaan lingkungan belajar. Aktivitas guru dalam menata lingkungan belajar lebih terkonsentrasi pada pengelolaan lingkungan belajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar dikelas tiada lain melakukan aktivitas pengelolaan kelas atau manajemen kelas (classroom management). Menurut Milan Rianto(2007:1), pengelolaan kelas merupakan upaya pendidik untuk menciptakan dan mengendalikan kondisi belajar serta memulihkannya apabila terjadi gangguan dan/atau penyimpangan, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Optimalisasi proses pembelajaran menunjukan bahwa keterlaksanaan serangkaian kegiatan pembelajaran (instructional activities) yang sengaja direkayasa oleh pendidik dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam memfasilitasi peserta didik sampai dapat meraih hasil belajar sesuai harapan. Hal ini dimungkinkan, karena berbagai macam bentuk interaksi yang terbangun memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar (learning experiences) dalam rangka menumbuh-kembangkan kemampuannya (kompetensi - competency), yaitu spiritual, mental: intelektual, emosional, sosial, dan fisik (indera) atau kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang siswa dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan siswa dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.” Oleh karena itu dapat ditegaskan lebih lanjut bahwa secara fisik lingkungan belajar harus menarik dan mampu membangkitkan gairah belajar serta menghadirkan suasana yang nyaman untuk belajar. Kelas belajar harus bersih, tempat duduk di tata sedemikia rupa agar anak bisa melakukan aktivitas belajar dengan bebas. Dinding kelas di cat berwarna sejuk, terpampang gambar-gambar atau foto yang mendukung kegiatan belajar seperti gambar pahlawan, lambang negara, presiden dan wakil presiden, kebersihan lingkungan, famlet narkoba, dan sebagainya.

2. Pengertian lingkungan belajar
Salah satu aspek penting keberhasilan dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru menurut Muhammad Saroni (2006:81-82), adalah ”penciptaan kondisi pembelajaran yang efektif. Kondisi pembelajaran efektif adalah kondisi yang benar-benar kondusif, kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung kelancaran serta kelangsungan proses pembelajaran. ”
Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan ”bahwa dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, setiap guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi belajar mengajar yang hidup, mengembangkan alat peraga yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif.”
Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Diantara yang dapat diciptakan guru untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah
”segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga siswa merasa krasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.”

Dari kutipan tersebut maka dapat dikatakan bahwa lingkungan belajar merupakan situasi buatan yang menyangkut lingkungan fisik maupun yang menyangkut lingungan sosial. Dengan demikian lingkungan belajar dapat diciptakan sedemikain rupa, sehingga mampu memfasilitasi siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar. Selanjutanya lingkungan belajar dapat dilihat dari interaksi belajar mengajar yang merupakan konteks terjadinya pengalaman belajar, dan dapat berupa lingkungan fisik dan lingkungan non fisik.
Menurut I Made Alit Mariana(2005:13), lingkungan belajar dapat merefleksikan ekspetasi yang tinggi untuk kesuksesan seluruh siswa. Lingkungan tersebut mengacu pada ruang secara fisik tempat belajar, lingkungan sosial dan psikologi siswa yang mendorong belajar, perlakuan dan etika dalam menggunakan mahluk hidup, dan keamanan (dalam area belajar yang berhubungan dengan pembelajaran sains).
Berdasarkan uraian pendapat tentang lingkungan belajar tersebut diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di kelola adalah terutama bagaimana mengemas suasana kelas belajar, kelas belajarnya, dan sumber-sumber belajar yang ada di sekolah ataupun yang dapat diadakan dari dibuat / alam lingkungan sekolah. Lingkungan belajar dalam hal terutama di kelas adalah sesuatu yang diupayakan atau diciptakan oleh guru agar proses pembelajaran kondusif dapat mencapai tujuan pembelajaran yang semestinya.

Lingkungan belajar di kelas sebagai situasi buatan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau konteks terjadinya pengalaman belajar, dapat di klasifikasikan yang menyangkut : 1) lingkungan (keadaan) fisik, dan 2) lingkungan sosial
a.Lingkungan fisik
Menurut Muhammad Saroni (2006:82-83), yang intinya bahwa “lingkungan fisik adalah lingkungan yang memberi peluang gerak dan segala aspek yang berhubunga dengan upaya penyegaran pikiran bagi siswa setelah mengikuti proses pembelajaran yang sangat membosankan. Lingkungan fisik ini meliputi saran prasarana pembelajaran yang di miliki sekolah seperti lampu, ventilasi, bangku, dan tempat duduk yang sesuai untuk siswa, dan lain sebagainya.” Hal yang senada Suprayekti (2003:18), juga menegaskan bahwa :
“lingkungan fisik yaitu lingkungan yang ada di sekitar siswa baik itu di kelas, sekolah, atau di luar sekolah yang perlu di optimalkan pegelolaannya agar interaksi belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Artinya lingkungan fisik dapat difungsikan sebagai sumber atau tempat belajar yang direncanakan atau dimanfaatkan. Yang termasuk lingkungan fisik tersebut diantanya adalah kelas, laboratorium, tata ruang, situasi fisik yang ada di sekitar kelas, dan sebagainya.”
Dari uraian di atas maka dapat disarikan bahwa lingkungan fisik adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah maupun yang dilingkungan sekolah termasuk dimasyarakat siswa berada. Dalam uraian ini lingkungan fisik lebih ditekankan pada lingkungan fisik dalam ruang kelas belajar di sekolah, alat/media belajar yang ada , dan alat/media belajar yang dapat dibuat sendiri/diambil lingkungan.

b. Lingkungan sosial
Muhammad Saroni (2006:83), menjelaskan bahwa :
”dalam lingkungan sosial berhubungan dengan pola interaksi antarpersonil yang ada di lingkungan sekolah secara umum. Lingkungan sosial yang baik memungkinkan para siswa untuk berinteraksi secara baik, siswa dengan siswa, guru dengan siswa, guru dengan guru, atau guru dengan karyawan, dan siswa dengan karyawan, serta secara umum interaksi antar personil. Dan kondisi pembelajaran yang kondusif hanya dapat dicapai jika interaksi sosial ini berlangsung secara baik. Lingkungan sosial yang kondusif dalam hal ini, misalnya adanya keakraban yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.”

Oleh karena itu dalam lingkungan sosial kelas hendaknya juga diciptakan sekondusif mungkin, agar suasana kelas dapat digunakan sebagai ajang dialog mendalam dan berpikir kritis yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip manusiawi, empati, dan lain-lain, demokratis serta religius. Selanjutnya lingkungan non fisik/lingkungan sosial dapat dikembangkan fungsinya yaitu untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif seperti adanya musik yang digunakan sebagai latar pada saat interaksi belajar mengajar berlangsung. Musik tersebut digunakan menjadika suasana belajar terasa santai, siswa dapat belajar dan siap terkonsentrasi.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat dipertegas bahwa lingkungan sosial kelas adalah upaya penciptaan suasana belajar atau suasana kelas belajar sehingga interaksi di dalam kelas kondusif. Di mana suasana kelas belajar berlangsung santai bermakna, demokratis, adil, religius, dan siswa dapat belajar dan siap untuk berkonsentrasi. Di samping itu ketika siswa sedang bekerja /mengerjakan suatu masalah dapat diputarkan musik belajar.
Dalam hal ini tugas guru menurut Mulyasa (2006:210&218), adalah ”memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai, juga selain menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan tetapi juga menciptakan dan mengatur lingkungan belajar terutama di kelas, dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar.” Oleh karena itu peran guru harus bisa membiasakan pengaturan peran serta/ tanggung jawab tiap siswa terhadap terciptanya lingkungan fisik kelas yang diharapkan dan suasana lingkungan sosial kelas yang menjadikan proses pembelajaran bagi tiap siswa menjadi bermakna. Dengan terciptanya tanggung jawab bersama antara siswa dan guru maka kebersaman akan terbentuk sehingga hal (lingkungan belajar) untuk menjadikan pembelajaran berenergi menjadi tuntutan tiap siswa. Hal yang menjadikan pembelajaran berenergi adalah tanggung jawab bersama tiap siswa



2. Karakteristik dan keterkaitan lingkungan terhadap pembelajaran dalam PAKEM
a. Karakteristik lingkungan pembelajaran PAKEM
Dalam penelitian Walberg dan Greenberg (1997) dalam DePorter Bobbi, Reardon Mark, Singer Sarah–Nuurie (2001:19-39), menunjukkan bahwa lingkungan sosial atau suasana kelas adalah penentu psikologis utama yang mempengaruhi belajar akademis. Di mana suasana keadaan ruangan menunjukkan arena belajar yang dipengaruhi emosi. Sedangkan Indra Djati Sidi (2003:4), menegaskan bahwa ”lingkungan PAKEM merupakan lingkungan belajar yang dapat lebih menunjang pengembangan ketrampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.” Dalam pengelolaan tempat belajar yang menjadikan PAKEM sangat tergantung terhadap strategi yang akan digunakan dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, juga memperhatikan intensitas interaksi antar siswa. Yang dikelola dalam lingkungan PAKEM adalah pajangan, meja kursi, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar.”
Suasana kelas yang kondusif sangat baik untuk perkembangan berpikir siswa. Siswa senang tinggal di sana selama kegiatan-kegiatan berlangsung, dan seperti yang ditegaskan adalah Megawati R, Melly Latifah, dan Dina W. F (2005 : 56), ”para siswa akan bekerja lebih keras, mengerti lebih banyak, serta terlibat lebih aktif di kelas ketika mereka belajar.” Adapun lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreativitas menurut Kadarsih dalam Cope (No. 02, tahun VI, Desember, 2002:17–18), adalah sebagai berikut : (1) Memperkenalkan persamaan dan saling menghargai, (2) Membuka kesempatan bagi anak untuk kontribusi ide-ide orisinil, (3). Menganggap perbedaan pendapat sebagai sumber belajar, (4) Mencari cara pendekatan dengan cara pemecahan masalah, (5) Mendorong anak untuk memanfaatkan fantasi dan imajinasi, (6) Mengembangkan kecakapan inkuiri, kecakapan bertanya, dan mencari jawaban sesuatu, dan (7) Menciptakan masyarakat belajar yang mengembangkan rasa percaya dan mengurangi resiko.
Dari uraian di atas tentang karakteristik lingkungan pembelajaran yang PAKEM adalah semua apa yang diciptakan dalam kelas pembelajaran/ruang kelas “berbicara” artinya mempunyai peran masing-masing sehingga suasana pembelajaran menggairahkan dan mencapai tujuan pembelajaran. Lingkungan belajar menjadikan siswa dalam belajar terasa gembira, tidak ada tekanan, tidak ada usaha yang tidak dihargai, tercipta masyarakat belajar (leraning community), dan maju bersama tiap siswa untuk mewujudkan belajar yang berenergi.

b. Keterkaitan lingkungan pembelajaran dalam PAKEM
Keterkaitan antara lingkungan pembelajaran yang diciptakan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial terhadap pembelajaran yang menjadikan siswa aktif, kreatif, belajar dengan efektif, dan belajar dengan suasana senang sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses dialogis antara lingkungan fisik dan sosial akan menggambarkan kondisi belajar (learning conditions) yang alami alih siswa dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan kompetensi siswa. Dalam kaitan ini Gane (1992) dalam Ella Yulaelawati (2004: 84-85), menegaskan bahwa kondisi belajar pada dasarnya penggambaran sistem lingkungan belajar yang terbentuk sesuai dengan tujuannya. Kondisi belajar yang hendak dicapai tidak lain adalah bentuk akhir kompetensi siswa yang dapat dilihat pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
Sedangkan menurut Indra Djati Sidi (2005:148), ”lingkungan belajar sangat berperan dalam menciptakan suasana belajar menyenangkan.” Lingkungan tersebut dapat meningkatkan keaktifan belajar. Oleh karena itu lingkungan belajar perlu di tata semestinya. Dalam usaha menciptakan lingkungan belajar dalam konteks tujuan, Mulyasa (2006:160), “menekankan terdapatnya interaksi yang saling mendukung antara variabel guru, tugas, menyangkut strukturnya (organisasi), dimensinya, cakupannya, dan nilai kebermanfaatannya. Variabel siswa, antara lain meliputi kompetensinya, motivasinya, gaya belajarnya, dan perbedaan individualnya. Sedangkan variabel strategi pengelolaan pembelajaran, mencakup sarana kelas, strategi, metode, dan media pembelajaran serta waktu yang dialokasikan untuk kegiatan itu.”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lingkungan pembelajaran di kelas yang diciptakan baik fisik maupun sosial dan proses dialogis antara lingkungan fisik dengan lingkungan sosial berpengaruh terhadap iklim pembelajaran di kelas dan tujuan pembelajaran yang dicapai. Sehingga aktivitas dalam belajar dapat berkembang dan terlayani seperti tuntutan dalam alam siswa.

c. Menata lingkungan belajar di kelas
Dalam model PAKEM membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung tercapainya PAKEM ini. Menurut Sapriya (2003:28), ”dalam PAKEM ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan.” Oleh karena itu lingkungan belajar (kelas) agar menarik perlu dilakukan penataan sebagaimana mestinya. Untuk itu perlu memperhatikan penjelasan dari DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah–Nourie (2001:14-15), yaitu :
“memberikan penjelasan dalam menata lingkungan belajar (kelas) sebagai panggung belajar yang membuat lingkungan belajar / kelas yang mendukung kreatifitas, mempunyai empat aspek, yaitu :
(1) Suasana kelas yang mencakup bahasa yang dipilih guru, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, dan setiap guru terhadap sekolah serta belajar. Dan suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar
(2) Landasan adalah kerangka kerja yang berupa tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar
(3) Lingkungan adalah cara guru dalam menata ruang kelas seperti pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua yang mendukung proses belajar
(4) Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar menukar informasi ”

Dari penjelasan aspek-aspek penataan lingkungan belajar terlihat dalam perwujudannya dilakukan secara bersama antara siswa dengan guru sesuai dengan kebutuhan dan selera bersama. Dalam penataan lingkungan belajar yang menyangkut empat aspek yaitu suasana kelas, landasan, lingkungan, dan rancangan dibangun bersama-sama yang menjadikan setiap siswa merasa memiliki dan sebagai bagian dari komunitas pembelajaran di kelsnya ataupun sistem pendidikan di sekolahnya. Dengan demikian bangunan lingkungan belajar dikelas memiliki dinamisasi yang diperlukan siswa dalam mewujudkan pembelajaran yang PAKEM.

Sejalan dengan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam menata lingkungan belajar maka untuk membangun suasana pembelajaran yang menarik sehingga pembelajaran menjadi PAKEM adalah perlu memperhatikan adanya:
1). Kekuatan yang terpendam dan niat yang kuat; hal ini seperti diungkapkan oleh Albert Bandura (1988) dalam Crain William (2007:314), yaitu bahwa “keyakinan seseorang mengenai kemampuan dirinya sangat berpengaruh pada kemampuan itu sendiri”
2). Jalinan rasa simpati dan saling pengertian, untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan, sebagai jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, mengetahui minat kuat siswa, berbagi kesuksesan puncak siswa, dan berbicara dengan bahasa hati siswa
3). Keriangan dan ketakjuban ; jika guru secara sadar menciptakan kesempatan untuk membawa kegembiraan ke dalam pekerjaan guru, kegiatan pembelajaran akan lebih menyenangkan. Kegembiraan membuat siswa siap belajar dengan lebih mudah, dan bahkan dapat mengubah sikap negatif. Di samping itu untuk lebih banyak kegembiraan dalam pengajaran maka guru perlu mempertimbangkan dalam hal afirmasi (penguatan atau penugasan), pengakuan dan perayaan terhadap setiap keberhasilan siswa sekecil apapun.
4). Pengambilan resiko; belajar itu mengandung resiko. Setiap kali kita bertualang untuk belajar sesuatu yang baru, kita mengambil resiko besar di luar zona nyaman kita. Zona nyaman merupakan daerah kehidupan yang membuat rasa nyaman atau daerah yang melekat pada rutinitas yang monoton. Maka guru perlu mengupayakan dengan resiko apapun dan pertimbangan yang maka harus dapat keluar dari zona tersebut dari kebiasaan hal-hal baru. Hal ini akan berdampak pada siswa. Berikut beberapa upaya untuk memberdayakan siswa untuk keluar dari zona nyaman, yaitu: a) Beri teladan dengan keluar dari zona nyaman guru, b) Ceritakan zona nyaman kepada siswa, c) Beri tahu mereka bahwa guru mendukung mereka 100%, dan d) Ajak semua anggota kelas untuk saling mendukung
5). Rasa saling memiliki; membangun rasa saling memiliki akan mempercepat proses pengajaran dan meningkatkan rasa tanggung jawab. Hal ini maka perlu menciptakan tradisi menumbuhkan rasa saling memiliki. Tradisi yang paling bagus adalah tradisi yang diciptakan bersama oleh guru dan siswa. Sebab tradisi ini akan membuahkan kebanggaan kebersamaan, dan kegembiraan dalam belajar.
6). Keteladanan; keteladanan membangun hubungan, memperbaiki kredibilitas, dan meningkatkan pengaruh. Akan lebih baik melakukan tindakan atau memberi contoh (modeling) dari pada berbicara saja.
Selanjutnta Indra Djati Sidi (2005:44 &148), Guru dalam melakukan penataan lingkungan belajar di kelas yaitu dengan melakukan pengaturan tempat duduk, mengatur alat peraga, pajangan karya anak, sudut baca, perabot sekolah / kelas dan sumber belajar dan fasilitas lainnya.” Dalam menata lingkungan belajar terutama dalam pengelolaan kelas dan pajangan, di ruang kelas dilakukan pengelolaan meja dan kursi, serta pajangan buku, bahan belajar dan hasil karya anak. Meja dan kursi sering diatur dalam bentuk kelompok atau dalam bentuk U. Karena pengelolaan tersebut memudahkan interaksi di dalam kelas, khususnya di antara siswa. Di sebagian besar kelas nampak pajangan hasil karya anak dan bahan ajar yang diatur rapi dan menarik, serta mudah dibaca. Yang di pajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok dan pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Di mana ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan di tata dengan baik, dapat memabantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Selanjutnya Indra Djati Sidi (2005:44), mengatakan bahwa menata lingkungan belajar di kelas meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Dalam uraian berikut yang diuraikan adalah dalam menata lingkungan fisik di kelas, yang meliputi: pengaturan tempat duduk siswa, mengatur penempatan alat peraga, pajangan karya siswa, sudut baca, pemanfaatan sumber belajar, program sarapan pagi (jumlah kehadiran siswa, blanko dokumentasi kehadiran, kata soal, soal-soal dalam amplop, konsultan kecil futor sibaya, dan rubrik tanya jawab, dan lain sebagainya. Sendangkan menurut DePorter Bobbi , Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:63), bahwa lingkungan yang memacu belajar dan daya ingat siswa dapat diperoleh dengan menata : (1) lingkungan sekeliling dalam kelas, (2) Alat bantu, (3) pengaturan tempat duduk, (4) tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya, dan (5) musik dan belajar.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disarikan bahwa lingkungan belajar yang di tata dan dapat memacu belajar serta daya ingat siswa meliputi:
a). Lingkungan sekeliling kelas
Memahami kaitan antara pandangan sekeliling dan otak itu penting untuk mengemas lingkungan sekeliling kalas yang mendukung belajar. Memanfaatkan kemampuan siswa untuk secara tidak sadar dalam menyerap informasi melalui kemitraan otak dan mata menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark, & Singer Sarah – Nurie (2001:68-69), dapat menggunakan :
(1) Poster ikon (simbol), simbol untuk setiap konsep utama yang guru ajarkan dan digambarkan diatas selembar kertas berukuran 25 x 40 cm atau lebih. Poster ini dipajang di depan kelas di atas pandangan mata siswa, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran.
(2) Poster afirmasi, poster yang di buat oleh guru atau siswa (lebih utama) yang memuat pesan-pesan seperti “aku mampu mempelajarinya” dan aku menjadi semakin pinter dengan setiap tantangan baru”. Poster-poster ini ditempelkan di dinding sampai kelas setinggi mata orang duduk
(3) Gunakan warna, gunakan warna hijau, biru, ungu, dan merah untuk kata-kata penting, jingga dan kuning untuk menggaris bawahi, serta hitam dan putih untuk kata-kata penghubung seperti “dan”, “sebuah”, “dari” dan lain-lain.

b). Pajangan karya siswa
Menurut Conny Semiawan, dkk (1992:91), suatu kelas yang memiliki pajangan atau pameran hasil karya para siswa yang di tempelkan di dinding atau di letakkan pada rak, di atas meja, atau pada tempat-tempat lain dapat menjadi tempat yang menarik dan memberikan rangsangan bagi para siswa untuk belajar. Suatu kelas yang kosong tanpa pajangan dapat menadji tempat yang membosankan, gersang dan tidak menggugah inspirasi para siswa.
Oleh karena itu kelas yang baik adalah kelas yang memiliki banyak pajangan, terutama pajangan hasil karya siswa. Pajangan yang kurang relevan dengan apa yang sedang di pelajari siswa akan kurang bernilai bagi para siswa dan hanya merupakan hiasan dinding belaka. Guru seharusnya mempertimbangkan untuk memindahkan pajangan tersebut untuk disimpan dan digunakan pada waktu lain yang relevan. Pajangan akan bermanfaat jika berhubungan dengan apa yang sedang dipelajari dan merupakan hasil kerja keras para siswa sendiri.
Memamerkan pajangan di kelas adalah bagian dari belajar. Pajangan yang baik mendorong para siswa untuk menggunakan mata mereka dan untuk belajar dengan membaca dan memanfaatkan pajangan. Kalau mereka sendiri yang membuat pajangan itu, proses belajar itu lebih terhayati oleh masing-masing siswa. Tiap siswa juga dapat saling belajar dari teman-temannya. Di mana pajangan karya siswa dapat bermanfaat : (1) Untuk membina percaya diri dan memperdalam proses belajar, (2) Dapat mengembangkan kreativitas dan merangsang karya imajinatif, (3) Dapat membangkitkan semangat belajar siswa, karena pajangan menyediakan bahan-bahan yang dapat dilihat untuk dibahas dan dilaporkan, dan (4) Untuk memperkenalkan pokok bahasan atau topik baru.
Pajangan sifatnya tidak tetap artinya bahwa hasil karya siswa yang diperpanjangkan itu selalu berubah seusai dengan hasil pekerjaan siswa yang selalu berkembang dan hanya beberapa atau bagian-bagian saja yang dapat dipajang lebih lama sesuai dengan kebutuhan. Pajangan yang sebelumnya/terdahulu di simpan dan diganti yang terbaru terus seiring pergantian kompetensi dasar/pokok bahasan.
Idialnya yang dipajangkan adalah semua hasil karya siswa, tapi guru dapat mengarahkan para siswa (dengan cukup hati-hati) untuk memilih hasil pekerjaannya yang terbaik untuk dipajang. Ketika semua hasil karya dipajang pada jam pelajaran itu, namun para siswa diminta untuk memilih yang terbaik dari keseluruhan yang tetap terpajang di dinding sampai waktu tepat memasuki materi pokok bahasan berikutnya atau waktu seterusnya.
Pajangan dalam suatu kelas dapat digantung atau diletakkan diletakkan sesuai dengan keadaan dan tempat. Namun, biasanya pajangan itu dapat diletakkan pada : (1) dinding atau pintu; (2) meja-meja kecil, rak, atau lemari-lemari kecil (3) digantung pada langit-langit ; (4) para siswa dapat pula mengumpulkan hasil pekerjaan dalam sebuah buku yang sederhana ; (5) ruangan khusus kalau memungkinkan; dan (6) majalah dinding.
Setiap guru diharapkan dapat mengembangkan gagasannya dalam hal pajangan dikelas. Conny Semiawan, dkk (1992:94), memberi beberapa petunjuk yang dapat di gunakan dalam mengadakan pajangan hasil kerja siswa, yaitu pajangan itu baik jika : (1) pesan yang hendak disampaikan jelas dan mudah dimengerti, (2) terdiri dari hasil pekerjaan siswa, yang menunjang proses pembelajaran, (3) bagian-bagian yang diperhatikan mempunyai kaitan yang jelas, antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, dan disusun menurut urutan yang logis, (4) pada setiap bagian diberi keterangan yang jelas sehingga dengan mudah dapat di baca, (5) mudah di baca para siswa yang berdiri didepan pajangan itu, dan (6) seorang guru hendaknya menganjurkan siswa-siswanya agar memelihara pajangan hasil karya mereka sendiri. Dari uraian petunjuk pemajangan dikelas tersebut, maka jika guru menjadikan kelas penuh dengan pajangan yang bermakna sebagai hasil karya siswanya, seyogyanya guru tetap berpegangan pada kriteria atau aturan pemajangan.

c). Pengelolaan Alat dan Sumber Belajar
Menurut DePorter Bobbi, Reardon Mark dan Singer Sarah Nuurie (2001:70), “alat atau alat bantu adalah benda yang dapat mewakili suatu gagasan.” Oleh Indra Djati Sidi (2005:50), menegaskan bahwa “guru dan siswa dapat menggunakan berbagai sumber dan alat-alat yang sederhana dalam proses pembelajarannya.” Oleh karena itu atas dasar karakteristik KD yang ada maka guru dapat memberdayakan alat dan sumber belajar yang ada selama ini disekolah.
Pada dasarnya alat dan sumber belajar tersebut dapat diperoleh dari sekitar kita sehingga mudah di jangkau, baik yang berada dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Beberapa contoh alat dan sumber belajar, yaitu : (1) manusia (anak, guru, orang tua, nara sumber), (2) lingkungan (batu-batuan, daun-daunan, biji-bijian, zat cair, hewan), (3) kejadian/peristiwa penting seperti peristiwa olah raga, kesenian, (4) peristiwa alam seperti bajir, gempa, gerhana, hujan, angin puting beliung, (5) barang-barang bekas seperti koran, botol-botol plastik, dan (6) barang-barang buatan pabrik.

d). Pengaturan tempat duduk (pengelolaan siswa)
Cara guru dalam mengatur bangku memainkan peran penting dalam membangun belajar. Menurut Indra Djati Sidi (2005:150), “dalam PAKEM pengelolaan kegiatan siswa lebih bervariasi, termasuk kerja kelompok, kerja perorangan dan klasikal.” Oleh karena itu penataan meja dan kursi, guru perlu memperhatikan bentuk dan jenis kursi dalam kelas. Bahwa dalam pengaturan meja, kursi, alat peraga, dan peralatan lain sedemikian rupa diusahakan sehingga tidak mengganggu siswa untuk bergerak dan memudahkan guru untuk berinteraksi dan mengamati siswa belajar.

e). Sudut baca
Dalam kelas yang menggunakan PAKEM menurut Indra Djati Sidi (2005:44), “perlu ada sudut baca dan agar pemanfaatan ruang kelas dapat semaksimal mungkin sebagai tempat menimba ilmu.” Isi sudut baca diperoleh dapat kumpulan hasil karya siswa yang terpilih selama ini, koleksi referensi yang tidak ada diperpustakan dan mendukung kegiatan pembelajaran dikelas, dan lain sebagainya. Untuk mengadakan koleksi isi sudut baca selain koleksi hasil karya dapat koleksi yang dimiliki tiap siswa yang ada dirumah berdasarkan kesepakatan kelas dan kesadaran bersama dalam kelas.
Dengan adanya sudut baca dalam kelas maka para siswa pada waktu luang atau istirahat dapat menyempatkan atau membiasakan membaca di sudut baca tersebut. Bahkan hasil karya yang terbaik untuk jenjang kelas yang sama di tahun sebelumnya dapat di pajang di sudut baca dan pajangan tersebut dapat sebagai sumber belajar siswa.

f). Program Sarapan Pagi
Menurut Indra Djati Sidi (2004:7-8), “yang dimaksud program sarapan pagi adalah pemberian pekerjaan awal kepada setiap siswa sebelum jam pelajaran di mulai/jam masuk kelas/jam awal pelajaran, yang dimana setiap siswa akan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan aturan yang dibuat bersama antara siswa dan guru.” Pekerjaan sarapan pagi siswa terdiri dari : (1) jam kehadiran siswa, (2) blangko dokumentasi kehadiran, (3) kotak soal, (4) soal-soal dalam amplop, dan (5) konsultasi kecil (Tutor Sebaya ).

Siswa datang dengan melakukan aktivitas sebagai berikut :
Memasang jam kedatangan
Mengambil soal dalam kotak soal
Menyerahkan jawaban pada konsultan kecil
Menjawab soal yang diambil
Menulis kedatangan dan soal yang diambil
Konsultan menuliskan nilai
Guru membantu konsultan

Diagram kegiatan sarapan maka dapat dideskripsikan bahwa setiap siswa datang memasang jam kedatangan dengan memutar jarum jam sesuai dengan jam kedatangan, dilanjutkan mengambil soal dalam kotak dan menulis kedatangan kehadiran, siswa menjawab soal yang diambil, bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan maka jawaban soal tersebut diserahkan pada konsultan kecil, konsultan menuliskan nilai dan selanjutnya menyerahkan pada guru. Di mana konsultan kecil mempunyai peran selain menampung jawaban soal dan menyerahkan pada guru tapi lebih utama selama guru belum datang dan guru sudah datang memberi bimbingan terhadap siswa yang lain sebagai tutor sebaya. Guru jika sudah datang maka membantu konsultan kecil dalam membimbing siswa.

g). Tumbuhan, aroma, hewan peliharaan, dan unsur organik lainnya
Biologi dan botani mengajarkan pada kita bahwa tumbuh-tumbuhan menyediakan oksigen dalam udara kita, berkembang karena oksigen. Semakin banyak oksigen di dapatnya, semakin baik otak berfungsi. Hal ini dapat diperoleh dengan menghadirkan tumbuhan di ruangan kelas.
Oleh Hirsch (1993) dalam DePorter Bobbi, Riardon Mark & Singer Sarah Nuurie (2001:72), menegaskan bahwa manusia dapat meningkat kemampuan berpikir mereka secara kreatif sebanyak 30% saat diberikan wangi bunga tertentu. Orang mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan binatang peliharaan mereka. Disamping itu binatang peliharaan kelas dapat menciptakan kesempatan untuk melatih tanggung jawab, gizi, kesehatan, dan perawatan. Binatang peliharaan tersebut seperti jangkrik, burung, marmot, dan lain sebagainya.

h). Musik
Musik berpengaruh pada guru dan siswa. Jika memungkinkan sebagai seorang guru dapat menggunakan musik untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental siswa, dan mendukung lingkungan belajar. Musik membantu para siswa belajar lebih baik dan mengingat lebih banyak. Musik merangsang, meremajakan, dan memperkuat belajar, baik secara sadar maupun tidak sadar, dan kebanyakan para siswa memang mencintai musik. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Juga musik memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa, dan guru dapat “berbicara dalam bahasa siswa”.




Panduan Pengelolaan Pembelajaran 2010

 Pengarusutamaan mutu pada seluruh tingkatan pendidikan di Indonesia saat ini merupakan suatu tuntutan, karena kita tidak hanya cukup berpuas diri dengan keberhasilan kecil di berbagai level lomba baik regional maupun internasional, mengapa? karena masyarakat Indonesia jumlahnya banyak, sedangkan tingkat intelegensi merupakan suatu hal yang dipengaruhi banyak faktor.
SERTIFIKASI GURU, merupakan suatu kata yang banyak mengandung arti serta makna yang sangat dalam. Pada saat program tersebut digulirkan oleh pemerintah tahun 2006, secara kesejahteraan, guru sudah semakin baik, walaupun masih menyisakan permasalahan dengan beban kerja guru, beban kerja guru ini sudah diatur dengan panduan yang jelas serta Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009, yang sebelumnya Depdiknas telah mengeluarkan Permen Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan fungsi Guru dan Angka Kreditnya. Berhasilkah peningkatan mutu pendidikan Indonesia? Itulah sebuah pertanyaan yang harus kita jawab bersama-sama.
Berbicara peningkatan mutu tidak akan lepas dari bagaimana sebuah sistem dibuat, disepakati, dijalankan, dikontrol, dievaluasi, direvisi dan direfleksi serta ditindaklanjuti lagi, sehingga menghasilkan uman balik yang terbaik terhadap peningkatan mutu itu sendiri. Ini merupakan sebuah curahan ringan seorang pembelajar yang masih punya tanda tanya besar berkaitan dengan kinerja pendidik apalagi yang telah disertifikasi. Berapa persen dari guru yang telah disertifikasi memahami standar pendidikan yang ditetapkan pemerintah? berapa persen dari mereka yang telah menerapkan Standar Nasional Pendidikan tersebut? Setelah beliau-beliau bersertifikat pendidik dengan tunjangan yang aduhai berdampakkah pada proses pengelolaan pendiidkan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan?. Kiranya sebagai umat beragama penambahan wawasan terutama pengelolaan pendidikan yang trends merupakan suatu kewajiban, bukannya tambah merasa dininabobokan oleh kondisi perekonomian yang semakin membaik. Mohon maaf tidak ada niatan untuk menyinggung pihak manapun, hanya marilah kita renungi apa yang telah kita sumbangkan untuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia saat ini dan ke depan. Berikut di bawah ada oleh-oleh untuk dikaji di tahun 2010.










TOPIK 16
PERMASALAHAN DALAM BELAJAR

MASALAH-MASALAH DALAM BELAJAR
1. Definisi Masalah Belajar
Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
 “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagaiü hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).
 Menurut ( Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) “Belajar adalah prosesü tingkah laku ( dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
“Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Definisi Masalah Belajar 2
Masalah adalah ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan adapula yang mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan. Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang lain, ingin atau perlu dihilangkan. Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
 “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).
Menurut ( Garry dan Kingsley, 1970 : 15 ) “Belajar adalah proses tingkah laku        (dalam arti luas), ditimbulkan atau diubah melalui praktek dan latihan”.
Sedangkan menurut Gagne (1984: 77) bahwa “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan atau didefinisikan sebagai berikut :
Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan”.
Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
1) Masalah-Masalah Internal Belajar
Dalam interaksi belajar mengajar siswa merupakan kunci utama keberhasilan belajar selama proses belajar yang dilakukan. Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan dengan bahan belajar.
Untuk bertindak belajar siswa menghadapi masalah-masalah secara intern. Jika siswa tidak dapat mengatasi masalahnya, maka ia tidak dapat belajar dengan baik. Terdapat beberapa faktor intern yang dialamai dan dihayati oleh siswa dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar. Faktor-faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
• Sikap Terhadap Belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tenyang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian terhadap sesuatu memberikan sikap menerima, menolak atau mengabaikannya begitu saja. Selama melakukan proses pembelajaran sikap siswa akan menentukan hasil dari pembelajaran tersebut. Pemahaman siswa yang salah terhadap belajar akan membawa kepada sikap yang salah dalam melakukan pembelajaran. Sikap siswa ini akan mempengaruhinya terhadap tindakana belajar. Sikap yang salah akan membawa siswa mersa tidak peduli dengan belajar lagi. Akibatnya tidak akan terjadi proses belajar yang kondusif. Tentunya hal ini akan sangat menghambat proses belajar. Sikap siswa terhadap belajar akan menentukan proses belajar itu sendiri. Ketika siswa sudah tidak pesuli terhadap belajar maka upaya pembelajaran yang dilakaukan akan sia-sia. Maka siswa sebaiknya mempertimbangkan masak-masak akibat sikap terhadap belajar.
• Motivasi Belajar
Tidak diragukan bahwa dorongan belajar mempunyai peranan besar dalam menumbuhkan semangat pada siswa untuk belajar. Karena seorang siswa meski memiliki semangat yang tinggi dan keinginan yang kuat, pasti akan tetap ditiup oleh angin kemalasan, tertimpa keengganan dan kelalaian. Maka tunas semangat ini harus dipelihara secara terus menerus.
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Lemahnya motivasi atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya mutu belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus.
Motivasi yang diberikan dapat meliputi penjelasan tentang keutamaan ilmu dan keutamaan mencari ilmu. Bila siswa mengetahui betapa besarnya keutamaan sebuah ilmu dan betapa besarnya ganjaran bagi orang yang menuntut ilmu, maka siswa akan merasa haus untuk menuntut ilmu. Selain itu bagaimana seorang gurumampu membuat siswanya merasa membutuhkan ilmu. Bila seseorang merasa membutuhkan ilmu maka tanpa disuruhpun siswa akan mencari ilmu itu sendiri. Sehingga semangat siswa untuk menunutut ilmu sangat tinggi, dan hal ini akan memudahkan proses belajar.
• Konsentrasi Belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian guru perlu melakukan berbagai strategi belajar mengajar dan memperhatikan waktu belajar serta selingan istirahat. Yang perlu diperhatikan oleh guru ketika memulai proses belajar ialahsebaiknya seorang guru tidak langsung melakukan pembelajaran namun seorang guru harus memusatkan perhatian siswanya sehingga siap untuk melakukan pembelajaran. Sebab ketika awal masuk kelas perhatian siswa masih terpecah-pecah dengana berbagai masalah. Sehingga sangat perlu untuk melkukan pemusatan perhatian dengan berbagai strategi.
Menurut seorang ilmuan ahli psikologis kekuatan belajar seseorang setelah tigapuluh menit telah mengalami penurunan. Ia menyarankan agar guru melakukan istirahat selama beberapa menit. Istirahat ini tidak harus keluar kelas melainkan dapat berupa obrolan ringan yang mampu membuat siswa merasa rileks kembali. Dengan memberikan selingan istirahat, maka perhatian dan prestasi belajar dapat ditingkatkan.
• Mengolah Bahan Belajar
Mengolah bahan belajar merupakan kemampuan siswa untuk menrima isi dan cara pemerolehan ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa. Isi bahan belajar merupakan nilai nilai dari suatu ilmu pengetahuan, nilai agama, nilai kesusilaan, serta nilai kesenian. Kemampuan siswa dalam mengolah bahan pelajaran menjadi makin baik jika siswa berperan aktif selama proses belajar. Misalnya, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya materi yang disampaikan, sehingga siswa benar-benar memahami materi yang telah disampikan. Siswa akan mengolah bahan belajar dengan baik jika mereka merasa materi yang diampaikan menarik, sehingga seorang guru sebaiknya menyampaikan materi secara menarik sehingga siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap materi yang disampaikan oleh guru.
• Menyimpan Perolehan Hasil Belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan tersebut dapat berlangsung dalam jangka waktu yang pendek maupun dalam jangka waktu yang panjang. Proses belajar terdiri dari proses pemasukan , proses pengolahan kembali dan proses penggunaan kembali. Biasanya hasil belajar yang disimpan dalam jagka waktu yang panjang akan mudah dilupakan oleh siswa. Hal ini akan terjadi jika siswa tidak membuka kembali bahan belajar yang telah diberikan oleh seorang guru.
Untuk mengatasi hal ini sebaiknya guru mengingatkan akan materi yang telah lama diberikan, serta memberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga mau atau tidak mau siswa akan berusaha untuk mengingat kembali materi yang telah lama disampaikan serta membuka kembali buku yang berkaitan dengan materi tersebut. Sehingga Ingatan yang disimpan dalam jangka panjang akan semakin kuat.
• Menggali Hasil Belajar Yang Tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal baru maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama maka siswa akan memanggil atau membangkitkan kembalipesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Ada kalanya siswa mengalami gangguan dalam menggali pesan dan kesan lama. Gangguan tersebut bukan hanya bersumber pada pemanggilan atau pembangkitannya sendiri. Gangguan tersebut dapat dikarenakan kesukaran penerimaan, pengolahan dan penyimpanan. Jika siswa tidak memperhatikan dengan baik pada saat penerimaan maka siswa tidak memiliki apa apa. Jikasiswa tidak berlatih sungguh sungguh maka siswa tidak akan memiliki ketrampilan.
• Kemampuan Berprestasi
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak suatu proses belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan hasil belajar yang telah lama ia lakukan. Siswa menunjukan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau menstransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh pada proses-proses penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman.
• Rasa Percaya Diri Siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian perwujudan diriyang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa. Semakin sering siswa mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik maka rasa percaya dirinya akan meningkat. Dan apabila sebaliknya yang terjadi maka siswa akan merasa lemah percaya dirinya.
• Intelegensi Dan Keberhasilan Belajar
Intelegensi merupakan suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berpikir secara baik dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi actual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari.
Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah . Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu pada tempatnya mereka didorong untuk melakukan belajar dibidang kterampilan.
• Kebiasaan Belajar
Kebiasaan-kebiasaan belajar siswa akan mempengaruhi kemampunanya dalam berlatih dan menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Kebiasaan buruk tersebut dapat berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok. Kebiasaan-kebiasaan buruk tersebut dapat ditemukan di sekolah-sekolah pelosok, kota besar, kota kecil. Untuk sebagian kebiasaan tersebut dikarenakan oleh ketidakmengertian siswa dengan arti belajar bagi diri sendiri.
• Cita-Cita Siswa
Cita-cita sebagai motivasi intrinsic perlu didikan. Didikan memiliki cita-cita harus ditanamkan sejak mulai kecil. Cita-cita merupakan harapan besar bagi siswa sehingga siswa selalu termotivasi untuk belajar dengan serius demi menggapai cita-cita tersebut. Dengan mengaitkan pemilikan cita-cita dengan kemampuan berprestasi maka siswa diharapkan berani bereksplorasi sesuai dengan kemampuannya sendiri.
2. Faktor-Faktor Ekstern Belajar
Proses belajar didorong oleh motivasi intrinsic siswa. Disamping itu proses belajar juga dapat terjadi, atau menjadi bertambah kuat, bila didorong oleh lingkungan siswa. Dengan kata lain aktifitas belajar dapat meningkat bila program pembelajaran disusun dengan baik. Program pembelajaran sebagai rekayasa pendidikan guru di sekolah merupakan factor eksternal belajar. Ditinjau dari segi siswa, maka ditemukan beberapa factor eksternal yang berpengaruh pada aktifias belajar. Faktor-fsktor eksternal tersebut adalah sebagai berikut
• Guru Sebagai Pembina Siswa Belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik . Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik pemuda generasi bangsanya. Guru yang mengajar siswa adalah seorang pribadi yang tumbuh menjadi penyandang profesi bidang studi tertentu. Sebagai seorang pribadi ia juga mengembangkan diri menjadi pribadi utuh. Sebagai seorang diri yang mengembangkan keutuhan pribadi, ia juga menghadapi masalah pengembangan diri, pemenuhan kebutuhan hidup sebagai manusia.
Dengan penghasilan yang diterimanya setiap bula ia dituntut berkemampuan hidup layak sebagai seorang pribadi guru. Tuntutan hidup layak tersebut sesuai dengan wilayah tempat tinggal dan tugasnya. Guru juga menumbuhkan diri secara professional. Ia bekerja dan bertugas mempelajari profesi guru sepanjang hayat. Mengatasi masalah-masalah keutuhan secara pribadi, dan pertumbuhan profesi sebagai guru merupakan pekerjaan sepanjang hayat. Kemampuan mengatasi kedua masalah tersebut merupakan keberhasilan guru membelajarkan seorang siswa.
• Prasarana Dan Sarana Pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi sarana olahraga, gedung sekolah ruang belajar, tempat ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olahraga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal ini tidak berarti bahwa lengkapnya sarana dan prasarana menentukan jaminan melakukan proses pembelajaran yang baik. Justru disinilah muncul bagaimana mengolah sarana dan prasaranapembelajaran sehingga tersenggara proses belajar yang berhasil dengan baik.
• Kebijakan Penilaian
Kegiatan penilaian merupakan proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut maka proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Hasil belajar merupakan hasil proses belajar. Pelaku aktif dalam belajar adalah siswa. Pelaku aktif dalam pembelajaran adalah guru. Dengan demikian, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi, dari sisi siswa hasil belajar merupak tingkat perkembangan mental yang lebing baik bila dibandingkan pada saat pra belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dinilai dari ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat nasional. Jika digolonhkan lulus maka dapay dikatakan proses belajar siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara. Jika digolongkan tidak lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.
• Lingkungan Sosial Siswa Di Sekolah
Tiap siswa dalam lingkunga sosial memiliki kedudukan, peranan dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi hubungan akrab kerjasama, kerja berkoprasi, berkompetisi, bersaing, konflik atau perkelahian.
• Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang diberlakukan di sekolahadalah kurikulum nasional yang disahkan oleh pemerintah, atau yayasan pendidikan. Kurikulum disusun berdasarkan tuntutan kemajuan masyrakat. Dengan kemajuan dan perkembangan masyrakat timbul tuntutan kebutuhan baru dan akibatnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi. Adanya rekonstruksi itu menimbulkan kurikulum baru. Perubahan kurikulum sekolah menimbulkan masalah seperti tujuan yang akan dicapai mungkin akan berubah, isi pendidikan berubah, kegiatan belajar mengajar berubah serta evaluasi beruba.
3) Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah Belajar
Kesulitan belajar ini merupakan suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis pernyataan ( manifestasi ). Karena guru bertanggung jawab terhadap proses belajar-mengajar, maka ia seharusnya memahami manifestasi gejala-gejala kesulitan belajar. Pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Pada dasarnya dari setiap jenis-jenis masalah, khususnya dalam masalah belajar murid di SD, cenderung bersumber dari faktor-faktor yang melatarbelakanginya ( penyebabnya ). Seorang guru setelah mengetahui siapa murid yang bermasalah dalam belajar serta jenis masalah apa yang dihadapinya. Selanjutnya guru dapat melaksanakan tahap berikutnya, yaitu mencari sebab-sebab terjadinya masalah yang dialami murid dalam belajar. Meskipun seorang guru tidak mudah menentukan sebab-sebab terjadi masalah yang sesungguhnya, karena masalah belajar cenderung sangat kompleks.
Pada garis besarnya sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :
1. Faktor-faktor Internal ( faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri ), antara lain
• Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahan ( alergi, asma, dan sebagainya ).
• Ketidakseimbangan mental ( adanya gangguan dalam fungsi mental ), sepertimenampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasannya cenderung kurang.
• Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyesuaikan diri ( maladjustment ), tercekam rasa takut, benci, dan antipati serta ketidakmatangan emosi.
• Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap salah seperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah, malas dalam belajar, dan sering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.
2. Faktor Eksternal ( faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu ), yaitu berasal dari
1). Sekolah, antara lain :
 Sifat kurikulum yang kurang fleksibelü
 Terlalu berat beban belajar (murid) dan atau mengajar (guru)ü
 Metode mengajar yang kurang memadaiü
 Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajarü
2). Keluarga (rumah), antara lain :
 Keluarga tidak utuh atau kurang harmonisü
 Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknyaü
 Keadaan ekonomi.ü
Menurut Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki penilaian diri yang positif.
Jadi jelaslah bahwa guru yang kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar memperhatikan peserta didiknya.
Menurut Belmon dan Morolla (1971 : 107) menyimpulkan dari hasil penelitiannya, bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang banyak jumlah anak, mempunyai keterampilan intelektual lebih rendah daripada anak-anak yang berasal dari keluarga yang jumlah anaknya sedikit.
4. Mengidentifikasi murid yang diperkirakan mengalami masalah belajar
Murid yang mengalami masalah belajar, dapat diidentifikasi melalui tes hasil belajar, tes kemampuan dasar, skala pengungkapan sikap dan kebiasaan belajar.
1. Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar adalah alat yang disusun untuk mengungkapkan sejauh mana murid telah mencapai tujuan-tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya murid-murid dikatakan telah mencapai tujuan pengajaran apabila dia telah menguasai sebagian besar materi yang berhubungan dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Ketentuan ini merupakan penerapan dari belajar tuntas ( mastery learning ) yang didasarkan pada asumsi bahwa setiap murid dapat mencapai hasil belajar sesuai yang diharapkan jika diberi waktu yang cukup dan bimbingan yang memadai untuk mempelajari bahan yang disajikan. Ketentuan penguasaan bahan ditentukan dengan menetapkan patokan, yaitu presentasi minimal yang harus dicapai oleh murid yang belum menguasai bahan pelajaran sesuai dengan patokan yang ditetapkan, dikatakan belum menguasai tujuan pengajaran. Murid yang seperti ini digolongkan sebagai murid yang mengalami masalah belajar dan memerlukan bantuan khusus, sedangkan murid yang sudah menguasai secara tuntas semua bahan-bahan yang disajikan sebelum batas waktu yang ditetapkan berakhir, digolongkan sebagai murid yang sangat cepat dalam belajar. Mereka ini patut untuk mendapatkan pelajaran tambahan.
2. Tes Kemampuan Dasar
Setiap murid mempunyai kemampuan dasar atau kecerdasan tertentu. Tingkat kemampuan ini biasanya diukur atau diungkapkan dengan menggunakan tes kecerdasan yang sudah baku.
Diasumsikan bahwa anak normal, memiliki tingkat kecerdasan (I Q) antara 90-109. Hasil yang dicapai murid hendaknya dapat mencerminkan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Murid yang kemampuan dasarnya tinggi akan mencapai hasil belajar yang tinggi pula. Bilamana seseorang murid mencapai hasil belajar yang lebih rendah dari tingkat kecerdasan yang dimilikinya, maka murid yang bersangkutan digolongkan sebagai yang mengalami masalah belajar. ( menurut Gagne 1967 ).
3. Skala Sikap dan Kebiasaan Belajar
Sikap dan kebiasaan belajar merupakan salah satu faktor yang penting dalam belajar. Sebagian dari hasil belajar, ditentukan oleh sikap dan kebiasaan yang dilakukan oleh murid dalam belajar. Kebiasaan belajar menunjuk pada bentuk dan pola perilaku yang dilakukan terus menerus oleh murid dalam belajar.
Sebagian dari sikap kebiasaan belajar murid, dapat diketahui melalui pengamatan yang dilakukan di dalam kelas. Misalnya, dalam hal mengerjakan tugas-tugas, membaca buku, membuat catatan dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan belajar murid. Tetapi pengamatan biasanya terbatas pada sikap dan kebiasaan yang diterima oleh alat indera. Untuk mengungkapkan sikap dan kebiasaan yang lebih luas telah dikembangkan beberapa alat berupa “skala sikap dan kebiasaan belajar”. Alat ini akan dapat mengungkapkan derajat cara murid mengerjakan tugas-tugas sekolah, sikap terhadap guru, sikap dalam menerima pelajaran dan kebiasaan dalam melaksanakan kegiatan belajar


Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh murid dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh murid-murid yang lambat saja dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa murid-murid yang pandai atau cerdas.

Dari pengertian masalah belajar di atas maka jenis-jenis masalah belajar si Sekolah Dasar dapat dikelompokkan kepada murid-murid yang mengalami.
  • · Keterlambatan akademik, yaitu keadaan murid yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkan secara optimal.
  • · Kecepatan dalam belajar, yaitu keadaan murid yang memiliki bakat akademik yang cukup tinggi atau memilki IQ 130 atau lebih, tetapi masih memerlukan tugas-tugas khusus untukmemenuhi kebutuhan dan kemampuan belajarnya yang amat tinggi.
  • · Sangat lambat dalam belajar, yaitu keadaan murid yang memilki bakat akademik yang kurang memadai dan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus.
  • · Kurang motivasi belajar, yaitu keadaan murid yang kurang bersemangat dalam belajar, mereka seolah-olah tampak jera dan malas.
  • · Bersikap dan kebiasaan buruk dalam belajar, yaitu kondisi murid yang kegiatannya tau perbuatan belajarnya sehari-hari antagonistik dengan seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur-ulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahui dan sebagainya.
  • · Sering tidak sekolah, yaitu murid-murid yang sering tidak hadir atau menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga kehilanggan sebagian besar kegiatan belajarnya.
Pada garis besarnya faktor-faktor timbulnya masalah belajar pada murid dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:
a. Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri murid itu sendiri), antara lain:
1. Gangguan secara fisik, seperti kurang berfungsinya organ-organ perasaan, alat bicara, gangguan panca indera, cacat tubuh, serta penyakit menahun.
2. Ketidakseimbangan mental (adanya gangguan dalam fungsi mental), seperti menampakkan kurangnya kemampuan mental, taraf kecerdasan cenderung kurang.
3. Kelemahan emosional, seperti merasa tidak aman, kurang bisa menyusuaikan diri (maladjusment), tercekam rasa takut, benci dan antipati, serta ketidak matangan emosi.
4. Kelemahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan sikap yang salah, sperti kurang perhatian dan minat terhadap pelajaran sekolah malas dalam belajar, dansering bolos atau tidak mengikuti pelajaran.

b. Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu), yaitu berasal dari:1. Sekolah, antara lain:
  • · Sifat kurikulu yang kurang fleksibel
  • · Terlalu berat beban belajar (murid) dan untuk mengajar (guru)
  • · Metode mengajar yang kurang memadai
  • · Kurangnya alat dan sumber untuk kegiatan belajar.
2. Keluarga (rumah), antara lain:
  • · Keluarga tidak utuh atau kurang harmonis
  • · Sikap orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya
  • · Keadaan ekonomi.
Tujuan bimbingan belajar antara lain :
1. Pengembangan sikap dan kebiasaan yang baik, terutama dalam mengerjakan tugas dalam ketrampilan serta dalam bersikap terhadap guru.
2. Menumbuhkan disiplin belajar dan terlatih, baik secara mandiri atau kelompok.
3. Mengembangkan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya di lingkungan sekolah atau alam sekitar untuk pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan pribadi.
Komentar :